Hari yang cerah menuntunku berangkat sekolah, “aku harus semangat”
gumamku dalam hati. Namaku alifa aku biasa dipanggil ifa, aku adalah
cewek yang tidak begitu cantik, tidak pintar (bukan berarti tidak pintar
lho…?, Cuma pas pasan aja) dan berkacamata, tapi… maaf… aku jauh dari
kata “CULUN”, walaupun aku berkacamata aku masih bisa bergaya.
Sudah seminggu ini teman-temanku memusuhiku aku gak tau alasan mereka
menjahuiku, hanya satu sahabat yang setia menemaniku… zizi, dia adalah
sahabat terbaikku. yang aku tau meraka menjauhiku karena seminggu lalu
aku jadian sama kak annur (nur). aku gak mengerti masalah ini tapi yang
aku fikirkan mungkin karena itu
“ifa…” Suara kencang zizi memecahkan lamunanku.
“apa…” jawabku santai, walau sedikit kaget.
“kamu tadi di cariin kak nur…”
“masa… Dimana dia…?”
“tau deh…”
Baru aku mulai beranjak untuk mencari annur tiba-tiba
“kkkrrriiinnnggg” Bel tanda mulainya pelajaran bunyi itu artinya aku harus duduk kembali untuk belajar,
“nanti saja pas istirahat ketemunya” kata zizi mengingatkan aku,
“ok… lah”
Hah dengan terpaksa aku mengikuti pelajaran dengan tidak serius hanya
satu fikiranku “mengapa kak nur mencariku…?” lama aku melamun tidak
terasa sudah istirahat.
“hey… sudah istirahat..” zizi mengagetkan aku.
“oh… iya…! Aku ke kelas 12 dulu ya…”
“ok… mau dianterin gak…?”
“gak usah lah, sendiri aja…”
“ya udah…”
Setengah berlari aku menuju kelas 12 maklum jarak kelas 11-12 agak jauh,
“HAH… lelah juga ya…” sejenak aku duduk di depan kelas annur untuk menunggu dia keluar
“Kenapa…?”
“katanya kamu nyariin aku tadi pagi…?”
“owh…!”
“kenapa…?”
“aku mau kita putus…!”
“hah…, jangan bercanda lah, gak lucu bercandanya..”
“siapa bilang aku bercanda…?”
“HAH… Jadi…? Apa salahku, apa aku kurang buat kamu, aku sudah berusaha buat jadi yang terbaik buat kamu,”
“udahlah aku capek…!”
Tubuhku lemas, air mata pun pecah. aku meninggalkan tempat itu dengan
perasaan yang gak karuan. Aku mau menumui zizi aku mau cerita sama dia.
“fa… kamu kenapa..?” Tanya zizi penasaran
“zi… dia minta putus… padahal kamu tau kan aku sudah mengorbankan semua demi dia..”
“iya… Aku tau… udah jangan nangis lagi, kamu harus bisa buktikan sama dia kamu bisa hidup tanpa sosoknya..”
Nggak terasa sudah 2 minggu aku tidak berbicara dengan nur jangankan
bicara ketemu aja menghindar. aku masih bingung “ada apa dengan kak
nur..?” aku tidak tau apa yang terjadi.
Hari ini rasanya aku gak mau baerangkat sekolah, tapi.. aku sudah kelas
11 yang artinya sebentar lagi aku akan PKL (praktek kerja lapangan).
hem… ku ambil handuk dan masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri,
dan siap-siap berangkat sekolah. “mungkin aku hari ini naik bus aja…”
gumamku
“fa makan dulu…?” Kata bunda
“gak usah lah bun, langsung berangkat aja…! Assalamualaikum…”
“iya… Hati-hati… waalaikumsalam…”
Aku berjalan menuju halte yang tidak jauh dari rumahku, sambil duduk
aku melihat sekeliling, aku melihat 2 orang yang tidak asing bagiku
seperti kak nur…?, tapi dia sama siapa..?
“HAH… ICA…!” (cewek yang ngejar-ngejar kak nur dari kelas 10)
Aku langsung lari ke arah mereka berdua untuk meminta penjelasan dari ka knur, aku gak malu walau air mata ini terus keluar.
“KAK NUR…!, gak nyangka kakak mutusin aku hanya demi Ica…?”
“Iya…! Dia mutusin kamu demi aku, kenapa…? Gak terima…? udah lah ayo
yank kita pergi dari sini, tinggalin aja mahluk gak penting ini.”
“KAK NUR…?”
Kak nur terus berjalan tanpa memperdulikan aku, tanpa memperdulikan
perasaanku yang telah hancur karena perbuatannya. aku sungguh kecewa
padanya, tega banget kak Nur melakukan itu.
Seminggu telah berlalu, semakin sering aku melihat kak nur jalan dengan Ica. hemh… mungkin ini sudah jalan hidup ku…
“TING TONT TING TONG…!” emh… Terdengar suara HP ku berbunyidan tertera di layar “PANGGILAN MASUK ZIZI”.
“halo assalamualaikum… kenapa zi…?”
“waalaikumsalam, kamu bisa temenin aku cari buku ke toko buku ‘X’ gak…? Harus Bisa…!”
“ih.. maksa.. iya… aku berangkat sekarang…”
“ku tunggu di sana…!”
“TUT… TUT… TUT…”
Ku ambil tas kecil kesayanganku yang berisi mukena berbahan parasit,
dan aku langsung berangkat. aku menunggu bus di halte, untung gak lama
jadi aku bisa langsung berangkat. Hanya berjalan sekitar 10 menit aku
sudah sampai di toko buku ‘X’, setelah bus berhenti aku turun dari bus,
toko buku yang aku tuju ada di kanan jalan jadi aku harus nyebrang jalan
untuk kesana.
“ifa… cepat…!” Zizi yang sudah ada di seberang meneriaki aku
“iya tunggu bentar…” jawabku sambil lari nyebrang jalan tanpa lihat kanan dan kiri.
“TIN… TIN… TIN…” kudengar bunyi klakson mobil panther yang ada di hadapanku. Dan setelah itu aku tak sadarkan diri.
Perlahan kubuka mataku, walau terasa berat tapi aku paksakan, ku lihat di sekelilingku semuanya putih,
“aku dimana…?” suara bunda yang tiba-tiba ada di sampingku
“kamu di rumah sakit sayang, kemarin kamu ditabrak lari, untung ada nak zizi dan nak annur yang nyelametin kamu”
“lalu mereka berdua di mana bun…?”
“zizi barusan pulang tapi kalau nak annur ada di luar, sebentar bunda panggilkan.”
Kata bunda seraya keluar memenggil kak nur
Selang berapa menit kak Nur sudah ada masuk.
“gimana sayang… udah enakan…?”
“emh… Lumayan…! kenapa kakak menolongku, bukannya kakak udah gak perduli sama aku, kakak kan udah punya Ica.”
“ifa… aku udah gak ada hubungan apa-apa sama Ica, asal kamu tau
sebenarnya kemarin aku mau jadi pacarnya Ica karena dia mengancam kakak,
kalau kakak gak mau jadi pacar Ica kamu mau dibunuh, bagimanapun kakak
gak mau lihat kamu celaka. jadi terpaksa kakak ngelakuin itu. Dan
ternyata Ica ingkar janji dia tetep mencelakaimu, dia yang menabrakmu
kemarin, saat itulah kakak mutusin Ica dan kembali kesini buat kamu…”
kata kak Nur panjang lebar.
“hah… Kak… maafin aku ya kak.. lalu sekarang Ica dimana…?”
“Ifa gak salah kakak yang salah, maafin kakak ya fa… dia di kantor
polisi, kemarin dia ditangkap oleh warga dan dibawa ke kantor polisi.”
“iya kak… ya udah lah kak kita buka lembaran baru, kita lupakan masalah Ica kemarin…”
“jadi…? Ifa mau balikan sama kakak…?”
“emmm… asal kakak gak ngulangin hal itu lagi…”
“iya… Kakak janji… I LOVE YOU IFA…?” kata kak Nur seraya memeluk tubuhku dan mengecup keningku.
“I LOVE YOU TO KAK…?”
Kekasih yang dulu hilang
kini dia tlah kembali pulang
akan ku bawa dia terbang
damai bersama bintang
Cerpen Karangan: Fitri Alifanida
dikutip dari http://cerpenmu.com/cerpen-cinta-segitiga/cintaku-kembali.html
Pages
Cintaku Semanis Gulali
Diposting oleh
Unknown
di
01.16
Aku berjalan keluar dari kelas bersama Bella. Menuruni tangga lalu
berjalan lagi melewati taman sekolah sampai akhirnya keluar dari
sekolah. Bukan hari yang buruk tapi hari yang cukup menegangkan,
pelajaran hari ini membuat syaraf otakku tegang.
“Bell, aku gak bisa pulang bareng”
“Kamu mau kemana?” tanya Bella
“Mau samperin mama di depannya gramed, biasalah”
“Oh, okelah”
“Aku duluan ya Bell” pamitku
“Daah Dian”
Aku mulai berjalan berlawanan arah dengan Bella, menyusuri jalan yang tak begitu ramai. Memasuki salah satu Mall yang paling terkenal di kota ini. Kepalaku melihat ke arah kiri dan kanan, mengawasi setiap orang yang berpakaian sama seperti ku, yap! Teman sekolahku.
“Mama!” aku berhasil mengejutkan mama yang sepertinya dari tadi sedang menungguku.
“Dian! Mama kaget tau!”
“Maaf ma” aku menunduk takut dimarahin mama
“Gak papa kok sayang, mau makan dimana?” tanya mama sambil merangkul aku.
“Di foodcourt aja ma” jawabku cepat
“Foodcout atas atau bawah?” tanya mama lagi
“Atas aja deh ma” aku bergelayut manja di lengan mama sambil merjalan menuju ekskalator
“Kenapa gak di foodcourt bawah aja?”
“Enakan di atas ma”
Aku dan mama sampai di lantai 3. Lantai paling atas di mall ini. Sesampainya di foodcourt, aku memalingkan wajahku ke kanan, eh kok kayak pernah lihat di sekolah ya? Tanyaku dalam hati. sekali lagi aku memperhatikan meja yang tak terlalu pinggir itu.
“Ya Tuhan, itu Davi sama Nifa duduk sebelahan?” suaraku terlalu pelan, hatiku mulai sakit, cenat-cenut yang tidak tertahankan mulai menggoncangkan jantungku. Aku berhak marah? Tentu saja tidak, aku bukan siapa-siapanya hanya teman yang mampir di kehidupannnya.
“Dian, kamu kenapa? Kok dari tadi diem terus?” tanya mama
Aku tersadar
“Dian gak papa kok ma, ya udah Dian pesen makanan dulu” Aku bangkit berdiri dan berjalan ke salah satu counter, sambil mengamati pemandangan yang membuat kakiku lemas. Mereka tidak berdua saja tapi masih ada Alfa dan Gita. Bagiku tidak masalah kalau mereka duduk sebelahan, tapi tidak untuk Davi dan Nifa! Nifa udah punya pacar, kenapa harus mengambil gebetan orang lain? Kemana Alam, apa dia tidak tau apa yang sudah dilakukan Nifa?
Setelah memesan makanan, aku tak berani lagi melihat Davi, cukup sakit hatiku berkali-kali menunggu hanya diabaikan saja, lalu sekarang? Aku tak mau lagi meningatnya.
—
“Kemarin Nifa ikut latihan sama kamu gak?” tanyaku
“Nggak sih”
“Berarti bener dong aku liat dia di foodcourt bareng Davi, Gita, sama Alfa” aku pasrah, dan ingin melupakan kenangan yang paling buruk itu.
“Davi?!” Lia terbelak.
Aku hanya mengangguk lemah mencoba untuk tabah.
“Davi duduk sebelahan sama Nifa” aku mencoba untuk tidak lemah.
“Masa?!” Lia masih kaget.
Aku berusaha tenang dan tidak ingin menangis sama sekali!
“Nifa bilang ke aku, kalo dia mau jalan sama Alam, mungkin Alam gak bisa dateng”
“Kenapa harus Davi?”
Lia terdiam, aku semakin resah, aku tidak mengerti maksud mereka itu apa?
“Ya mungkin aja Davi disuruh ikut sama Alfa” Lia mengelus pundakku. Aku terduduk diam, memanganya aku ini siapa? Pacarnya? Apakah aku harus memarahi mereka? Menunmpahkan semua kekesalan yang bergelunjak di hatiku? Tuhan apa yang harus aku lakukan?
“Alam kemana sih?” aku mendesah, sakit hatiku yang berulang kali aku tahan, kini mulai muncul dan memuncak kembali. Emosi yang telah kujaga juga keluar tanpa sadar
“Mereka gak tau hati aku sakit gini Lia!”
“Sabar ya Di” Lia merangkulku dan menuntunku pulang
Matahari mulai menenggelamkan dirinya, dan bulan mulai memunculkan dirinya bersama bintang-bintang yang berkelap-kelip. Aku masih tak bergerak dari tadi, hanya menatapi langit sambil duduk di balkon kamarku. Aku mendesah, mengingat kejadian tadi. Sungguh aku telah berjuang, untuk Davi dan semuanya untuk Davi, apa yang dia beriikan untukku? Hanya angin kosong yang kudapatkan.
Perjuanganku selalu diabaikan. Perhatianku selalu diterakhirkan. Penantianku selalu dihempaskan. Aku marah. Iya. Aku sakit. Iya. Aku capek. Iya. Apa aku berhak menceritakannya ke Davi? Apa dia berhak tau? Tuhan aku harap Davi tau yang ku maksud selama ini, yang kuperjuangkan selama ini.
—
“Dian!” Panggil Lia yang melambai-lambaikan tangannya ke arahku.
Aku menoleh dan membalas lambaian tangannya. Aku berhenti menunggu Lia yang sedang berlali ke arahku.
“Ada tugas atau PR?”
“Tidak ada”
Aku dan Lia berjalan beriringan ke kelas, sampai disana aku bertemu dengan Icha dan teman-teman yang lainnya.
“Ichaaa” panggilku sambil melempar tas ke tempat duduk Bella.
“Iya Di?”
“Kenapa kamu duduk di kursiku?”
“Yaa enggak papa”
“Aku mau cerita”
“Apa?”
Aku menceritakan semua yang aku alami seharian kemarin dengan tatapan nanar dari mataku.
“Ya ampun, Nifa itu gak tau diri ya”
“Kenapa sih?” Tanya Riska kepo.
Aku menceritakan ulang dengan, hati yaaah. Tidak rela.
“Anak itu memang gitu Di”
“Trus aku harus gimana dong? Masa marah-marah? Kan gak lucu”
“Di, anaknya datang tuh!”
Nifa berjalan gontai masuk ke dalam kelas. Mengamati kelas, lalu mengeluarkan handphone-nya seakan tak peduli.
“Gak tau udah punya pacar apa? Anak orang lain jadi korban” teriak Icha sambil menyindir Nifa
“Iya sok kecantikan, kasian loh Dian” Riska juga ikut menyindir.
“Udahlah, kasian anaknya jangan disindiri terus”
“Kamu gak bisa gitu Di! Dia gak tau siapa kamu sebenarnya, kamu harusnya tanya sama dia” Icha membentakku
“Tapi aku gak punya hak! Aku bukan siapa-siapanya, aku cuma…” kata-kataku terputus aku gak yakin mengucapkan kata itu.
“Cuma mantannya?” sambung Icha
Aku mengangguk lemah
“Di! Kamu harus move on, kamu gak bisa gini terus”
“Tapi gimana? Aku gak bisa move on dan aku gak mau move on!”
Icha terdiam mendengar teriakanku. Aku kembali merenungkan apa yang harus kulakukan, aku benci dalam keadaan seperti ini.
“Lia, kemaren Davi ngasih aku hadiah ulang tahun loh, sama itu tuh yang di MTD gulali ituu” cerita Nifa
Aku yang mendengarnya langsung berpura-pura tidak tau. Lia mentapku kasihan, sedangkan aku? Apa yang ku pikirkan? Sakit sih iya. Mengutarakan perasaan itu gak bisa.
“Di, nanti aku beliin kamu gulali juga!” Icha menyindir Nifa lagi.
Kepalaku pusing. Aku hanya terdiam, apa yang mau diinginkan Nifa? Kenapa dia harus merebut orang yang aku sayangi? Kenapa?
—
Sendiri itu bisa menenagkan hati yang terguncang, tapi sendiri itu sepi.
Sendiri itu bisa membuat pikiran melayang ke arah masa lalu, tapi sendiri itu sunyi.
Sendiri itu bisa membuat mulut ingin memuntahkan berbagai kata, tapi sendiri itu senyap.
Sendiri itu bisa membuat hati ingin ditemani, tapi sendiri itu mati.
Yang aku pikirkan saat ini adalah sendiri. Bagaimana cara melupakan seseorang yang tidak memikirkanku. Tapi sendiri itu juga butuh teman untuk menceritakan masalahnya. Apa lagi sendirian di mall itu nggak seru sama sekali. Kesepian dalam keramaian.
Bruukk.
“Maaf, aku gak sengaja”
“Iya gak papa kok” sambil melihat orang yang menabrakku.
Aku terkejut. Ya Tuhan.
“Davi? Maaf aku gak sengaja” aku berjalan meninggalkan Davi.
“Tunggu” Davi memegang tanganku.
Aku terkejut, baru kali ini tanganku dipegang oleh laki-laki.
“Kenapa?” aku menyembunyikan kegugupanku, aku tak akan membiarkan hatiku melayang, aku juga tak akan membiarkan otakku terus berpikir tentang Davi.
“Kamu mau kemana?” tanya Davi
“Aku mau pulang”
“Kamu bisa ngga temani aku?”
“Kemana?”
“Aku mau pulang”
“Jangan pulang, temenin aku makan yuk?”
Deg! Jantungku mulai berdetak lebih cepat. Kakiku lemas, tanganku lunglali, aku sudah tak sanggup berjalan. Ingin berbicara tapi mulut susah mengeluarkan kata-kata. Aku harus bahgaimana? Mengiyakan? Ini kesempatan emas aku bisa berduaan dengan Davi. Mungkin kalau aku tolak, hari berikutnya tidak ada kesempatan seperti ini.
“Emm, iya deh” aku menyembunyikan kegugupan ku.
“Kamu mau makan apa?”
Aku melihat penjual gulali yang sedang menjajakan permen-permen yang manis itu, aku langsung menunjuk permen gulalai itu.
“Kamu yakin mau itu? Kayak anak kecil aja” Davi menertawakanku. Aku hanya melihatnya dengan tatapan polos.
“Anak SMA juga bisa makan itu kan?” tanyaku lagi.
Davi mengangguk.
Aku langsung mengambil gulali benbentuk love. Saat itulah kebahagianku mulai muncul. Dan aku rasa hidupku sudah cukup bahagia
Dear Davi
Aku tau susah untuk memaksakan cinta yang tak pernah ada
Tapi cinta itu bisa datang karena telah terbiasa bukan?
Aku tak mengharapkan kita bisa bersama
Tapi yang kuharapkan adalah cinta yang terus mengalir hanya untukmu…
Cerpen Karangan: Sofia Oktadilah
Dikutip : http://cerpenmu.com/cerpen-galau/cintaku-semanis-gulali.html
“Bell, aku gak bisa pulang bareng”
“Kamu mau kemana?” tanya Bella
“Mau samperin mama di depannya gramed, biasalah”
“Oh, okelah”
“Aku duluan ya Bell” pamitku
“Daah Dian”
Aku mulai berjalan berlawanan arah dengan Bella, menyusuri jalan yang tak begitu ramai. Memasuki salah satu Mall yang paling terkenal di kota ini. Kepalaku melihat ke arah kiri dan kanan, mengawasi setiap orang yang berpakaian sama seperti ku, yap! Teman sekolahku.
“Mama!” aku berhasil mengejutkan mama yang sepertinya dari tadi sedang menungguku.
“Dian! Mama kaget tau!”
“Maaf ma” aku menunduk takut dimarahin mama
“Gak papa kok sayang, mau makan dimana?” tanya mama sambil merangkul aku.
“Di foodcourt aja ma” jawabku cepat
“Foodcout atas atau bawah?” tanya mama lagi
“Atas aja deh ma” aku bergelayut manja di lengan mama sambil merjalan menuju ekskalator
“Kenapa gak di foodcourt bawah aja?”
“Enakan di atas ma”
Aku dan mama sampai di lantai 3. Lantai paling atas di mall ini. Sesampainya di foodcourt, aku memalingkan wajahku ke kanan, eh kok kayak pernah lihat di sekolah ya? Tanyaku dalam hati. sekali lagi aku memperhatikan meja yang tak terlalu pinggir itu.
“Ya Tuhan, itu Davi sama Nifa duduk sebelahan?” suaraku terlalu pelan, hatiku mulai sakit, cenat-cenut yang tidak tertahankan mulai menggoncangkan jantungku. Aku berhak marah? Tentu saja tidak, aku bukan siapa-siapanya hanya teman yang mampir di kehidupannnya.
“Dian, kamu kenapa? Kok dari tadi diem terus?” tanya mama
Aku tersadar
“Dian gak papa kok ma, ya udah Dian pesen makanan dulu” Aku bangkit berdiri dan berjalan ke salah satu counter, sambil mengamati pemandangan yang membuat kakiku lemas. Mereka tidak berdua saja tapi masih ada Alfa dan Gita. Bagiku tidak masalah kalau mereka duduk sebelahan, tapi tidak untuk Davi dan Nifa! Nifa udah punya pacar, kenapa harus mengambil gebetan orang lain? Kemana Alam, apa dia tidak tau apa yang sudah dilakukan Nifa?
Setelah memesan makanan, aku tak berani lagi melihat Davi, cukup sakit hatiku berkali-kali menunggu hanya diabaikan saja, lalu sekarang? Aku tak mau lagi meningatnya.
—
“Kemarin Nifa ikut latihan sama kamu gak?” tanyaku
“Nggak sih”
“Berarti bener dong aku liat dia di foodcourt bareng Davi, Gita, sama Alfa” aku pasrah, dan ingin melupakan kenangan yang paling buruk itu.
“Davi?!” Lia terbelak.
Aku hanya mengangguk lemah mencoba untuk tabah.
“Davi duduk sebelahan sama Nifa” aku mencoba untuk tidak lemah.
“Masa?!” Lia masih kaget.
Aku berusaha tenang dan tidak ingin menangis sama sekali!
“Nifa bilang ke aku, kalo dia mau jalan sama Alam, mungkin Alam gak bisa dateng”
“Kenapa harus Davi?”
Lia terdiam, aku semakin resah, aku tidak mengerti maksud mereka itu apa?
“Ya mungkin aja Davi disuruh ikut sama Alfa” Lia mengelus pundakku. Aku terduduk diam, memanganya aku ini siapa? Pacarnya? Apakah aku harus memarahi mereka? Menunmpahkan semua kekesalan yang bergelunjak di hatiku? Tuhan apa yang harus aku lakukan?
“Alam kemana sih?” aku mendesah, sakit hatiku yang berulang kali aku tahan, kini mulai muncul dan memuncak kembali. Emosi yang telah kujaga juga keluar tanpa sadar
“Mereka gak tau hati aku sakit gini Lia!”
“Sabar ya Di” Lia merangkulku dan menuntunku pulang
Matahari mulai menenggelamkan dirinya, dan bulan mulai memunculkan dirinya bersama bintang-bintang yang berkelap-kelip. Aku masih tak bergerak dari tadi, hanya menatapi langit sambil duduk di balkon kamarku. Aku mendesah, mengingat kejadian tadi. Sungguh aku telah berjuang, untuk Davi dan semuanya untuk Davi, apa yang dia beriikan untukku? Hanya angin kosong yang kudapatkan.
Perjuanganku selalu diabaikan. Perhatianku selalu diterakhirkan. Penantianku selalu dihempaskan. Aku marah. Iya. Aku sakit. Iya. Aku capek. Iya. Apa aku berhak menceritakannya ke Davi? Apa dia berhak tau? Tuhan aku harap Davi tau yang ku maksud selama ini, yang kuperjuangkan selama ini.
—
“Dian!” Panggil Lia yang melambai-lambaikan tangannya ke arahku.
Aku menoleh dan membalas lambaian tangannya. Aku berhenti menunggu Lia yang sedang berlali ke arahku.
“Ada tugas atau PR?”
“Tidak ada”
Aku dan Lia berjalan beriringan ke kelas, sampai disana aku bertemu dengan Icha dan teman-teman yang lainnya.
“Ichaaa” panggilku sambil melempar tas ke tempat duduk Bella.
“Iya Di?”
“Kenapa kamu duduk di kursiku?”
“Yaa enggak papa”
“Aku mau cerita”
“Apa?”
Aku menceritakan semua yang aku alami seharian kemarin dengan tatapan nanar dari mataku.
“Ya ampun, Nifa itu gak tau diri ya”
“Kenapa sih?” Tanya Riska kepo.
Aku menceritakan ulang dengan, hati yaaah. Tidak rela.
“Anak itu memang gitu Di”
“Trus aku harus gimana dong? Masa marah-marah? Kan gak lucu”
“Di, anaknya datang tuh!”
Nifa berjalan gontai masuk ke dalam kelas. Mengamati kelas, lalu mengeluarkan handphone-nya seakan tak peduli.
“Gak tau udah punya pacar apa? Anak orang lain jadi korban” teriak Icha sambil menyindir Nifa
“Iya sok kecantikan, kasian loh Dian” Riska juga ikut menyindir.
“Udahlah, kasian anaknya jangan disindiri terus”
“Kamu gak bisa gitu Di! Dia gak tau siapa kamu sebenarnya, kamu harusnya tanya sama dia” Icha membentakku
“Tapi aku gak punya hak! Aku bukan siapa-siapanya, aku cuma…” kata-kataku terputus aku gak yakin mengucapkan kata itu.
“Cuma mantannya?” sambung Icha
Aku mengangguk lemah
“Di! Kamu harus move on, kamu gak bisa gini terus”
“Tapi gimana? Aku gak bisa move on dan aku gak mau move on!”
Icha terdiam mendengar teriakanku. Aku kembali merenungkan apa yang harus kulakukan, aku benci dalam keadaan seperti ini.
“Lia, kemaren Davi ngasih aku hadiah ulang tahun loh, sama itu tuh yang di MTD gulali ituu” cerita Nifa
Aku yang mendengarnya langsung berpura-pura tidak tau. Lia mentapku kasihan, sedangkan aku? Apa yang ku pikirkan? Sakit sih iya. Mengutarakan perasaan itu gak bisa.
“Di, nanti aku beliin kamu gulali juga!” Icha menyindir Nifa lagi.
Kepalaku pusing. Aku hanya terdiam, apa yang mau diinginkan Nifa? Kenapa dia harus merebut orang yang aku sayangi? Kenapa?
—
Sendiri itu bisa menenagkan hati yang terguncang, tapi sendiri itu sepi.
Sendiri itu bisa membuat pikiran melayang ke arah masa lalu, tapi sendiri itu sunyi.
Sendiri itu bisa membuat mulut ingin memuntahkan berbagai kata, tapi sendiri itu senyap.
Sendiri itu bisa membuat hati ingin ditemani, tapi sendiri itu mati.
Yang aku pikirkan saat ini adalah sendiri. Bagaimana cara melupakan seseorang yang tidak memikirkanku. Tapi sendiri itu juga butuh teman untuk menceritakan masalahnya. Apa lagi sendirian di mall itu nggak seru sama sekali. Kesepian dalam keramaian.
Bruukk.
“Maaf, aku gak sengaja”
“Iya gak papa kok” sambil melihat orang yang menabrakku.
Aku terkejut. Ya Tuhan.
“Davi? Maaf aku gak sengaja” aku berjalan meninggalkan Davi.
“Tunggu” Davi memegang tanganku.
Aku terkejut, baru kali ini tanganku dipegang oleh laki-laki.
“Kenapa?” aku menyembunyikan kegugupanku, aku tak akan membiarkan hatiku melayang, aku juga tak akan membiarkan otakku terus berpikir tentang Davi.
“Kamu mau kemana?” tanya Davi
“Aku mau pulang”
“Kamu bisa ngga temani aku?”
“Kemana?”
“Aku mau pulang”
“Jangan pulang, temenin aku makan yuk?”
Deg! Jantungku mulai berdetak lebih cepat. Kakiku lemas, tanganku lunglali, aku sudah tak sanggup berjalan. Ingin berbicara tapi mulut susah mengeluarkan kata-kata. Aku harus bahgaimana? Mengiyakan? Ini kesempatan emas aku bisa berduaan dengan Davi. Mungkin kalau aku tolak, hari berikutnya tidak ada kesempatan seperti ini.
“Emm, iya deh” aku menyembunyikan kegugupan ku.
“Kamu mau makan apa?”
Aku melihat penjual gulali yang sedang menjajakan permen-permen yang manis itu, aku langsung menunjuk permen gulalai itu.
“Kamu yakin mau itu? Kayak anak kecil aja” Davi menertawakanku. Aku hanya melihatnya dengan tatapan polos.
“Anak SMA juga bisa makan itu kan?” tanyaku lagi.
Davi mengangguk.
Aku langsung mengambil gulali benbentuk love. Saat itulah kebahagianku mulai muncul. Dan aku rasa hidupku sudah cukup bahagia
Dear Davi
Aku tau susah untuk memaksakan cinta yang tak pernah ada
Tapi cinta itu bisa datang karena telah terbiasa bukan?
Aku tak mengharapkan kita bisa bersama
Tapi yang kuharapkan adalah cinta yang terus mengalir hanya untukmu…
Cerpen Karangan: Sofia Oktadilah
Dikutip : http://cerpenmu.com/cerpen-galau/cintaku-semanis-gulali.html
Penghapus Perih
Diposting oleh
Unknown
di
01.12
Ku tatap langit sore hari itu. Warna jingga disertai mentari yang
bulat kehitaman mulai untuk terbenam. Yah, sunset pun tiba. Angin
membelai tubuhku begitu indah. Kupejamkan mataku sejenak menikmati
tubuhku yang terasa begitu menyatu pada alam dan susana sore itu.
Langit mulai gelap, aku pun memutuskan pulang ke rumah. Saat aku mulai merebahkan tubuhku di atas ranjangku, terdengar suara getar dari hhpku menandakan ada sms masuk. Kulihat pesan itu dari sahabatku Zaza. “Brina, besok sore ke kolam yah. Ini penting dan wajib” begitulah bunyi pesan itu. Aku pun membalas dengan jawaban singkat “ya” kujauhkan hpku dari tubuhku. Aku ingin kembali pada ketenangan. Kutarik bantal tidur kesayanganku, ternyata ada sebuah benda yang ikut terjatuh bersamanya. Kuambil dan kulihat. Ternyata, itu adalah frame yang bertempelkan foto kekasihku (mantan kekasih lebih tepatnya) aku begitu menyayanginya hingga aku tak bisa menerima keadaan bahwa hubungan kita telah berakhir. Kupandangi sejenak foto itu. Tak terasa, air mataku sudah menumpuk di pelupuk mata dan telah membuncah keluar. Kenangan itu pun kembali. Kenangan saat pertama kali aku bertemu dengan Gaga, mantan yang sangat aku sayang hingga detik ini. Juga kenangan saat kami PDKT, jadian, hingga berakhir. Begitu indah semua itu dengan diselingi kata-kata dan janji yang selalu terucap dari bibir Gaga.
Kami bertemu saat acara LDKS Kota yang tak kusangka. Dia begitu tampak sempurna dan spesial di mataku. Memberiku rasa nyaman terdalam. Kami saling mencintai, hanya karena ada sedikit kesalah fahaman antara mama Gaga akan hubungan kita yang membuat ini semua berakhir.
Terdengar ketukan pintu kamarku yang memecah lamunan dan tangisanku. Segera kuhapus air mataku dan mencoba memperbaiki keadaan seolah tak terjadi apa-apa. “Dek, kamu kenapa sayang?” Ternyata kakakku lah yang masuk. Kakakku adalah tempatku berbagi tawa dan air mata, jadi sepandai apapun aku menyembunyikan sesuatu darinya akan ketauan juga. Belum sempat ku menjawab “Gaga lagi ya?” Sontak aku menganggukkan kepala. Kakak membelai kasar rambutku “udah dong, jangan sedih dan terlalu difikirkan. Lagi pula kalian berakhir bukan karena rasa itu hilang kan? Sebuah kesalah fahaman yang perlu waktu untuk difikirkan dan diluruskan saja.” Aku hanya terdiam dan terisak “woy, nangis terus. Tuh mata udah kaya mata air aja. Udah deh, mana Brina adek kakak yang selalu ceria? Katanya anti galau” kakak menarik kecil bibirku untuk menampakkan simpul kecil sebuah senyuman. Aku meraih kakakku dan secara spontan memeluknya “Gaga is my first love. Di antara mantan-mantanku hanya dia yang bisa membuatku mengerti arti cinta dan kasih sayang kak. Aku gak bisa lupain dia. Usaha move on ku gagal.” Aku menangis sejadi-jadinya di pundak kakak. “Kakak ngerti perasaanmu dek, tapi ya jangan galau terus dong. Jangan selalu dilampiasin dengan nangis. Cari tempat tenang dan indah aja biar bisa refresh otak sekalian. Kamu jadi makin jelek deh, kebanyakan nangis. Senyum dong.” Aku ingin segera beristirahat, maka itu aku berusaha sedikit tersenyum walau berat agar kakak segera meninggalkanku. Kakak pun pergi. “Makasih kakak terhebat” tak lupa kuucapkan itu sebelum kakakku berlalu dari kamarku. Aku sangat lelah, maka itu tak butuh waktu lama aku pun terlelap.
Esoknya sepulang sekolah aku menuju ke kolam memenuhi janjiku pada Zaza. Tampaknya Zaza belum datang. Aku pun memilih duduk di atas tribun sambil menikmati hembusan angin dan menatap ombak kecil pada kolam yang memberiku ketenangan tersendiri. Tak terasa, hayalku pun terbang jauh. Aku melamun. Hingga ada seseorang mengagetkanku “Brina!” Sontak aku memekik. “Kaget tau Za.” Ucapku lirih tak bersemangat. “Lagian kamu sih ngelamun aja. Gaga lagi ya? Bosen tau. Move on dong!” Ucap Zaza dengan suara menggebu tapi terdengar sedikit mengejek. “Susah” sahutku singkat. “Makanya ikutan anak-anak kolam liburan ke Pantai Pasir Putih Situbondo yuk. Lumayan menghibur diri dan merefresh otak sejenak. Coba melupakan Gaga dengan bersenang-senang selama 3 hari 2 malam” mendengar ucapan Zaza aku ingat saran kakak malam itu. “Gimana? Mau coba ya? Ini juga yang aku bilang penting ke kamu. Aku gak mau kamu larut dalam kesedihan terlalu lama” sambung Zaza. “Oh yaa? Ciyus?” Godaku pada Zaza. “Iya deh aku mau. Makasih sahabatku tercinta. Udah mau mikirin aku” aku mencoba tersenyum dan mengacak-acak rambut Zaza.
Tiba waktunya. Ku genggam foto Gaga dihadapan Zaza sebelum keberangkatan. “Apaan tuh?” Tanya Zaza. Setelah Zaza tau yang aku bawa foto Gaga, foto itu pun diambilnya. “Hellow, gimana mau move on kalau fotonya aja masih kamu bawa-bawa.” Aku pun terdiam “udah tinggal aja”. Zaza berkata sambil meninggalkan foto itu di meja dan menarikku menuju rombongan. Aku menatap foto itu dari kejauhan.
Kami tiba sore hari, aku pun langsung menuju dermaga menanti sunset. Benar saja. Pemandangannya begitu indah. Aku pun begitu terpana menyaksikannya. Ingatanku kembali pada Gaga. Air mataku tak terasa kembali mengalir membawaku dalam sebuah lamunan. Hingga aku baru sadar saat hari mulai gelap dan Zaza sudah berada di sampingku. “Udah nangisnya? Udah ngelamunnya? Enak ya, sampe disini ada orang ngomong dikacangin” gerutu Zaza dengan manyun. “Hehehehe, maaf ya Zaza. Aku gak bermaksud. Aku hanya berhayal dan kefikiran…” belum selesai ku bicara Zaza memotong “Gaga? Boseeen. Inget ya, kamu kesini buat seneng-seneng dan berusaha lupain dia!” Cerocos Zaza panjang lebar. “Duh, iya-iya. Ya udah kamar yuk.” Alihku agar omongan Zaza berhenti. Kami beristirahat.
Pukul 3 pagi Brina sudah keluar jalan-jalan di dermaga menikmati indahnya bintang tersambung menjadi sebuah rasi yang sangat indah. Tiba-tiba rasi itu berubah menjadi wajah Gaga. Brina ingin kembali menangis, tapi ada sepasang tangan yang dengan erat menutup mata Brina. “Tebak sapa aku?” Suara pemilik tangan itu terdengar. “Zaza?” Tangan itu mengendor dan terlepas. “Ini aku Yidan. Ngapain disini sendiri? Dari kemarin aku lihat kamu murung terus dan menyendiri.” Yidan duduk di sebelahku. Baru aku mau menjawab. “Aaahh, Gaga kan? Udah tau udah basi dan udah bosen!” Aku pun kaget “kok kamu tau?” Tanyaku. “Seluruh anggota kolam tau lah. Mereka pun menyayangkan berakhirnya hubungan kalian. Tapi, udah dong jangan dipikir. Kita have fun aja yuk” ajak Yidan. Brina kembali termenung, tanpa sadar ia menyandarkan kepalanya pada pundak Yidan. Yidan mengusap lembut rambut Brina. Yidan berkata dalam batin “coba kamu lihat aku disini Brina. Ada aku. Aku sayang banget sama kamu. Tapi aku selalu tersingkir oleh mereka yang menyayangimu dan berada di sekelilingmu.”
Cukup lama mereka berkelana pada lamunan dan batin mereka masing-masing. Hingga Brina yang menyadari Yidan ikut melamun “kok kamu jadi ikutan ngelamun sih?” Yidan pun tergagap “gak papa kok.” Yidan meraih tangan Brina dan diletakkannya pada pipinya. Mereka pun saling bertatap dalam. “Brina, lupakan dia. Aku janji akan membantumu dan menghiburmu saat kamu sedih dan kembali kefikiran Gaga. Aku akan berusaha menjadi penghapus perihmu.” Tanpa sadar Yidan mengatakan ketulusan itu pada Brina. “Makasih Yidan, kamu memang selalu baik padaku.” Brina mengusap pipi Yidan lembut dan tanpa sadar memeluk Yidan. Brina mulai kembali sedikit terisak. Yidan yang mendengarnya langsung mengambil posisi dan berbalik dia yang kini menyentuh dan menghapus air mata pada pipi Brina. “Heh cengeng, udah dong nangisnya. Nangisin apa lagi sih, kurang nih janjiku? Kalau nangis gini jelek ah.” Kata Yidan “aku terharu” jawab Brina. Yidan mencubit genit pipi Brina “udah yuk, udah mulai terang. Pantai yuk main air” Yidan menarik lembut tangan Brina. Mereka bermain air bersama hingga kini Brina dapat melupakan Gaga sejenak.
Sore hari tiba. Brina dan Yidan yang lelah bermain seharian beristirahat di dermaga sambil menunggu sunset. Yidan tidur pada pangkuan Brina. Hingga tatapan mereka bertemu. Yidan yang sudah tak tahan mengungkapkan rasanya pada Brina berdiri. Yidan pun meminta Brina untuk berdiri. Diraihnya tangan Brina dan digenggamnya erat. “Brina, aku sudah lama memendam ini padamu. Aku ingin jujur, aku tau mungkin kamu gak bisa beralih dari Gaga secepat ini. Tapi aku ingin jujur. Aku mencintaimu dan aku menyayangimu jauh sebelum Gaga ada. Would you be my girl friend? I’m promise I’ll keep your heart and never hurting it.” Brina terkejut mendengar pernyataan Yidan. Brina menangis antara terharu dan dilema. “Makasih udah selalu ada buat aku Yidan, makasih kamu mau menjadi penghapus perihku. Bukan aku menolak, tapi aku masih perlu terbiasa dengan hadirmu menggantikan posisi Gaga. Aku pun masih belum bisa sepenuhnya melupakan Gaga. Tapi jujur aku mulai merasa nyaman berada di dekatmu. Buat aku merasa lebih nyaman lagi, buat aku terbiasa bersamamu. Maka aku akan sepenuhnya menjadi milikmu.” Brina memeluk Yidan erat. “Aku janji akan berusaha untuk itu Brina. Aku menyayangimu. Aku tak akan pernah melepasmu.” Yidan mencium kening Brina dan memeluknya erat. Kisah mereka disaksikan oleh sunset yang tampak begitu indah sore itu. Anginpun berhembus iri.
Cerpen Karangan: Natasya Shyabrina Vara Gunawan
Dikutip : http://cerpenmu.com/cerpen-romantis/penghapus-perih.html
Langit mulai gelap, aku pun memutuskan pulang ke rumah. Saat aku mulai merebahkan tubuhku di atas ranjangku, terdengar suara getar dari hhpku menandakan ada sms masuk. Kulihat pesan itu dari sahabatku Zaza. “Brina, besok sore ke kolam yah. Ini penting dan wajib” begitulah bunyi pesan itu. Aku pun membalas dengan jawaban singkat “ya” kujauhkan hpku dari tubuhku. Aku ingin kembali pada ketenangan. Kutarik bantal tidur kesayanganku, ternyata ada sebuah benda yang ikut terjatuh bersamanya. Kuambil dan kulihat. Ternyata, itu adalah frame yang bertempelkan foto kekasihku (mantan kekasih lebih tepatnya) aku begitu menyayanginya hingga aku tak bisa menerima keadaan bahwa hubungan kita telah berakhir. Kupandangi sejenak foto itu. Tak terasa, air mataku sudah menumpuk di pelupuk mata dan telah membuncah keluar. Kenangan itu pun kembali. Kenangan saat pertama kali aku bertemu dengan Gaga, mantan yang sangat aku sayang hingga detik ini. Juga kenangan saat kami PDKT, jadian, hingga berakhir. Begitu indah semua itu dengan diselingi kata-kata dan janji yang selalu terucap dari bibir Gaga.
Kami bertemu saat acara LDKS Kota yang tak kusangka. Dia begitu tampak sempurna dan spesial di mataku. Memberiku rasa nyaman terdalam. Kami saling mencintai, hanya karena ada sedikit kesalah fahaman antara mama Gaga akan hubungan kita yang membuat ini semua berakhir.
Terdengar ketukan pintu kamarku yang memecah lamunan dan tangisanku. Segera kuhapus air mataku dan mencoba memperbaiki keadaan seolah tak terjadi apa-apa. “Dek, kamu kenapa sayang?” Ternyata kakakku lah yang masuk. Kakakku adalah tempatku berbagi tawa dan air mata, jadi sepandai apapun aku menyembunyikan sesuatu darinya akan ketauan juga. Belum sempat ku menjawab “Gaga lagi ya?” Sontak aku menganggukkan kepala. Kakak membelai kasar rambutku “udah dong, jangan sedih dan terlalu difikirkan. Lagi pula kalian berakhir bukan karena rasa itu hilang kan? Sebuah kesalah fahaman yang perlu waktu untuk difikirkan dan diluruskan saja.” Aku hanya terdiam dan terisak “woy, nangis terus. Tuh mata udah kaya mata air aja. Udah deh, mana Brina adek kakak yang selalu ceria? Katanya anti galau” kakak menarik kecil bibirku untuk menampakkan simpul kecil sebuah senyuman. Aku meraih kakakku dan secara spontan memeluknya “Gaga is my first love. Di antara mantan-mantanku hanya dia yang bisa membuatku mengerti arti cinta dan kasih sayang kak. Aku gak bisa lupain dia. Usaha move on ku gagal.” Aku menangis sejadi-jadinya di pundak kakak. “Kakak ngerti perasaanmu dek, tapi ya jangan galau terus dong. Jangan selalu dilampiasin dengan nangis. Cari tempat tenang dan indah aja biar bisa refresh otak sekalian. Kamu jadi makin jelek deh, kebanyakan nangis. Senyum dong.” Aku ingin segera beristirahat, maka itu aku berusaha sedikit tersenyum walau berat agar kakak segera meninggalkanku. Kakak pun pergi. “Makasih kakak terhebat” tak lupa kuucapkan itu sebelum kakakku berlalu dari kamarku. Aku sangat lelah, maka itu tak butuh waktu lama aku pun terlelap.
Esoknya sepulang sekolah aku menuju ke kolam memenuhi janjiku pada Zaza. Tampaknya Zaza belum datang. Aku pun memilih duduk di atas tribun sambil menikmati hembusan angin dan menatap ombak kecil pada kolam yang memberiku ketenangan tersendiri. Tak terasa, hayalku pun terbang jauh. Aku melamun. Hingga ada seseorang mengagetkanku “Brina!” Sontak aku memekik. “Kaget tau Za.” Ucapku lirih tak bersemangat. “Lagian kamu sih ngelamun aja. Gaga lagi ya? Bosen tau. Move on dong!” Ucap Zaza dengan suara menggebu tapi terdengar sedikit mengejek. “Susah” sahutku singkat. “Makanya ikutan anak-anak kolam liburan ke Pantai Pasir Putih Situbondo yuk. Lumayan menghibur diri dan merefresh otak sejenak. Coba melupakan Gaga dengan bersenang-senang selama 3 hari 2 malam” mendengar ucapan Zaza aku ingat saran kakak malam itu. “Gimana? Mau coba ya? Ini juga yang aku bilang penting ke kamu. Aku gak mau kamu larut dalam kesedihan terlalu lama” sambung Zaza. “Oh yaa? Ciyus?” Godaku pada Zaza. “Iya deh aku mau. Makasih sahabatku tercinta. Udah mau mikirin aku” aku mencoba tersenyum dan mengacak-acak rambut Zaza.
Tiba waktunya. Ku genggam foto Gaga dihadapan Zaza sebelum keberangkatan. “Apaan tuh?” Tanya Zaza. Setelah Zaza tau yang aku bawa foto Gaga, foto itu pun diambilnya. “Hellow, gimana mau move on kalau fotonya aja masih kamu bawa-bawa.” Aku pun terdiam “udah tinggal aja”. Zaza berkata sambil meninggalkan foto itu di meja dan menarikku menuju rombongan. Aku menatap foto itu dari kejauhan.
Kami tiba sore hari, aku pun langsung menuju dermaga menanti sunset. Benar saja. Pemandangannya begitu indah. Aku pun begitu terpana menyaksikannya. Ingatanku kembali pada Gaga. Air mataku tak terasa kembali mengalir membawaku dalam sebuah lamunan. Hingga aku baru sadar saat hari mulai gelap dan Zaza sudah berada di sampingku. “Udah nangisnya? Udah ngelamunnya? Enak ya, sampe disini ada orang ngomong dikacangin” gerutu Zaza dengan manyun. “Hehehehe, maaf ya Zaza. Aku gak bermaksud. Aku hanya berhayal dan kefikiran…” belum selesai ku bicara Zaza memotong “Gaga? Boseeen. Inget ya, kamu kesini buat seneng-seneng dan berusaha lupain dia!” Cerocos Zaza panjang lebar. “Duh, iya-iya. Ya udah kamar yuk.” Alihku agar omongan Zaza berhenti. Kami beristirahat.
Pukul 3 pagi Brina sudah keluar jalan-jalan di dermaga menikmati indahnya bintang tersambung menjadi sebuah rasi yang sangat indah. Tiba-tiba rasi itu berubah menjadi wajah Gaga. Brina ingin kembali menangis, tapi ada sepasang tangan yang dengan erat menutup mata Brina. “Tebak sapa aku?” Suara pemilik tangan itu terdengar. “Zaza?” Tangan itu mengendor dan terlepas. “Ini aku Yidan. Ngapain disini sendiri? Dari kemarin aku lihat kamu murung terus dan menyendiri.” Yidan duduk di sebelahku. Baru aku mau menjawab. “Aaahh, Gaga kan? Udah tau udah basi dan udah bosen!” Aku pun kaget “kok kamu tau?” Tanyaku. “Seluruh anggota kolam tau lah. Mereka pun menyayangkan berakhirnya hubungan kalian. Tapi, udah dong jangan dipikir. Kita have fun aja yuk” ajak Yidan. Brina kembali termenung, tanpa sadar ia menyandarkan kepalanya pada pundak Yidan. Yidan mengusap lembut rambut Brina. Yidan berkata dalam batin “coba kamu lihat aku disini Brina. Ada aku. Aku sayang banget sama kamu. Tapi aku selalu tersingkir oleh mereka yang menyayangimu dan berada di sekelilingmu.”
Cukup lama mereka berkelana pada lamunan dan batin mereka masing-masing. Hingga Brina yang menyadari Yidan ikut melamun “kok kamu jadi ikutan ngelamun sih?” Yidan pun tergagap “gak papa kok.” Yidan meraih tangan Brina dan diletakkannya pada pipinya. Mereka pun saling bertatap dalam. “Brina, lupakan dia. Aku janji akan membantumu dan menghiburmu saat kamu sedih dan kembali kefikiran Gaga. Aku akan berusaha menjadi penghapus perihmu.” Tanpa sadar Yidan mengatakan ketulusan itu pada Brina. “Makasih Yidan, kamu memang selalu baik padaku.” Brina mengusap pipi Yidan lembut dan tanpa sadar memeluk Yidan. Brina mulai kembali sedikit terisak. Yidan yang mendengarnya langsung mengambil posisi dan berbalik dia yang kini menyentuh dan menghapus air mata pada pipi Brina. “Heh cengeng, udah dong nangisnya. Nangisin apa lagi sih, kurang nih janjiku? Kalau nangis gini jelek ah.” Kata Yidan “aku terharu” jawab Brina. Yidan mencubit genit pipi Brina “udah yuk, udah mulai terang. Pantai yuk main air” Yidan menarik lembut tangan Brina. Mereka bermain air bersama hingga kini Brina dapat melupakan Gaga sejenak.
Sore hari tiba. Brina dan Yidan yang lelah bermain seharian beristirahat di dermaga sambil menunggu sunset. Yidan tidur pada pangkuan Brina. Hingga tatapan mereka bertemu. Yidan yang sudah tak tahan mengungkapkan rasanya pada Brina berdiri. Yidan pun meminta Brina untuk berdiri. Diraihnya tangan Brina dan digenggamnya erat. “Brina, aku sudah lama memendam ini padamu. Aku ingin jujur, aku tau mungkin kamu gak bisa beralih dari Gaga secepat ini. Tapi aku ingin jujur. Aku mencintaimu dan aku menyayangimu jauh sebelum Gaga ada. Would you be my girl friend? I’m promise I’ll keep your heart and never hurting it.” Brina terkejut mendengar pernyataan Yidan. Brina menangis antara terharu dan dilema. “Makasih udah selalu ada buat aku Yidan, makasih kamu mau menjadi penghapus perihku. Bukan aku menolak, tapi aku masih perlu terbiasa dengan hadirmu menggantikan posisi Gaga. Aku pun masih belum bisa sepenuhnya melupakan Gaga. Tapi jujur aku mulai merasa nyaman berada di dekatmu. Buat aku merasa lebih nyaman lagi, buat aku terbiasa bersamamu. Maka aku akan sepenuhnya menjadi milikmu.” Brina memeluk Yidan erat. “Aku janji akan berusaha untuk itu Brina. Aku menyayangimu. Aku tak akan pernah melepasmu.” Yidan mencium kening Brina dan memeluknya erat. Kisah mereka disaksikan oleh sunset yang tampak begitu indah sore itu. Anginpun berhembus iri.
Cerpen Karangan: Natasya Shyabrina Vara Gunawan
Dikutip : http://cerpenmu.com/cerpen-romantis/penghapus-perih.html
Rasa
Diposting oleh
Unknown
di
18.58
Sabtu, 22 Februari 2014
Karena kita menghadirkan rasa
Kicauan burung seakan membuatku menari, walau ku tahu hari ini semua telah berbeda. Orang yang selalu menjadi alasan ku untuk tersenyum kini telah menghilang dari warna-warni kehidupanku. Aku layaknya seekor burung yang terpisah di antara ribuan burung lainnya, mencoba bertahan dalam ketidak-pahaman dunia yang fana ini. Seakan tak bernyawa, aku memulai hidup ku tanpa kehangatan pelukannya, senyumannya, dan tanpa suaranya yang selalu membuatku tersenyum saat aku tak menginginkan tersenyum sekalipun. Ternyata rasa adalah suatu hal yang membuatku seolah-oleh menjadi rintik hujan di antara matahari, membuatku seperti setangkai mawar yang mulai layu dan menghitam, menjadikan hatiku hancur hingga berkeping-keping tanpa penjelasan.
Hari pertama kulalui tanpa semangat yang berarti, langkah kaki kecil ku pun seakan tak mampu lagi untuk berpijak. Langkah demi langkah ku jalani tanpa senyuman, walau mentari mengajak ku untuk menari namun aku tetap dengan paras wajah ku yang tak bertuan, oh Tuhan.. apa ini rasanya kehilangan?. “Ra.. Rara!!” suara itu terdengar jelas di telinga ku, namun aku acuhkan. Aku benci suara itu. “Rara! Masih mau menghindar dari aku?” suara yang ku benci itu kian mendekat hingga aku merasakan sentuhan lembut tangannya menyentuh ku, aku berusaha untuk tidak melihatnya. Bahkan sekedar menoleh ke hadapannya pun aku segan. “Maaf, aku tak bermaksud untuk menghindar. Aku butuh waktu untuk sendiri, mengertilah!” langkah ku semakin cepat meninggalkan dia dan menjauh darinya. sungguh teramat sungguh, aku tak mampu melihatnya di hadapanku begitu sesak dada ini melihatnya. Tanpa ku perdulikan lagi, aku pun membiarkan kaki ku mengajak untuk menjauhinya walau ku tahu, keputusan yang telah ku ambil ini membuat dia kecewa, tapi.. sudahlah, aku yakin ini yang terbaik. Hari demi hari semakin tak bergairah, aku mulai merasakan kejenuhan yang teramat mendalam dengan keadaan seperti ini, bagaimana tidak?.. Hari demi hari seakan begitu cepat, tanpa ku lalui lagi bersama orang itu. Walaupun ku tahu aku yang telah memutuskan untuk tak bersamanya lagi, namun kini aku menyadari bahwa aku merindukannya. Aku merindukan hadirnya, senyumnya, tawanya, candanya bahkan tangisan manjanya saat bersama ku dulu.
Malam menjadi lebih dingin semenjak hari itu, cuaca siang bahkan lebih panas dari biasanya, dan pagi semakin sunyi tanpa kicauan burung yang menemani. Ku hirup aroma kopi di cangkir merah jambu ku ini, di antara rintik hujan malam ini aku semakin merindukannya. Tiba-tiba handphone ku bergetar, ku lirik handphone ku dan ku dapati nama itu yang menghiasi layar handphone mungil berawarna merah ini. “Rara, aku merindukanmu.. aku butuh kamu disini, apa kamu juga merasakan apa yang ku rasakan? Bales dong, Ra. Sisihin waktu kamu sebentar buat bales sms aku ini. Aku sayang kamu.” Ingin sekali aku membalasnya, namun apa daya tangan tak sampai.. aku masih membisu membacanya, “Aku juga merindukanmu, aku mencintaimu lebih dari yang kamu tau, Dam…” aku hanya mampu membalas pesan singkatnya dalam hati, berharap dia mampu mendengar apa yang ku ucapkan tadi. Tekad ku masih kuat, aku akan terus menjaga jarak dengan orang ini mungkin perlahan aku akan pergi dari kehidupannya.
Puluhan pesan singkat datang darinya tanpa satu balasan pun yang aku berikan, entahlah.. mungkin dia lebih kerasa dari batu karang hingga apapun yang ku lakukan padanya, dia tetap tak menghiraukannya dan tetap mencoba mendekatiku. Aku yakin dia masih menjadi salah satu orang yang dapat ku perjuangkan, tapi di balik itu semua aku masih menyimpan banyak rasa kecewa yang teramat mendalam padanya, aku ingin menghapusnya namun tetap tak bisa. Semua usaha yang dia tunjukan padaku tetap tak akan merubah keputusanku, aku menjahuinya.
“Apapun itu, setiap rasa yang menyakitkan, tak akan mampu membuat rasa yang menyenangkan seperti dulu..”
Cerpen Karangan: Syahrima
Blog: http://syyahrima.blogspot.com/
Kicauan burung seakan membuatku menari, walau ku tahu hari ini semua telah berbeda. Orang yang selalu menjadi alasan ku untuk tersenyum kini telah menghilang dari warna-warni kehidupanku. Aku layaknya seekor burung yang terpisah di antara ribuan burung lainnya, mencoba bertahan dalam ketidak-pahaman dunia yang fana ini. Seakan tak bernyawa, aku memulai hidup ku tanpa kehangatan pelukannya, senyumannya, dan tanpa suaranya yang selalu membuatku tersenyum saat aku tak menginginkan tersenyum sekalipun. Ternyata rasa adalah suatu hal yang membuatku seolah-oleh menjadi rintik hujan di antara matahari, membuatku seperti setangkai mawar yang mulai layu dan menghitam, menjadikan hatiku hancur hingga berkeping-keping tanpa penjelasan.
Hari pertama kulalui tanpa semangat yang berarti, langkah kaki kecil ku pun seakan tak mampu lagi untuk berpijak. Langkah demi langkah ku jalani tanpa senyuman, walau mentari mengajak ku untuk menari namun aku tetap dengan paras wajah ku yang tak bertuan, oh Tuhan.. apa ini rasanya kehilangan?. “Ra.. Rara!!” suara itu terdengar jelas di telinga ku, namun aku acuhkan. Aku benci suara itu. “Rara! Masih mau menghindar dari aku?” suara yang ku benci itu kian mendekat hingga aku merasakan sentuhan lembut tangannya menyentuh ku, aku berusaha untuk tidak melihatnya. Bahkan sekedar menoleh ke hadapannya pun aku segan. “Maaf, aku tak bermaksud untuk menghindar. Aku butuh waktu untuk sendiri, mengertilah!” langkah ku semakin cepat meninggalkan dia dan menjauh darinya. sungguh teramat sungguh, aku tak mampu melihatnya di hadapanku begitu sesak dada ini melihatnya. Tanpa ku perdulikan lagi, aku pun membiarkan kaki ku mengajak untuk menjauhinya walau ku tahu, keputusan yang telah ku ambil ini membuat dia kecewa, tapi.. sudahlah, aku yakin ini yang terbaik. Hari demi hari semakin tak bergairah, aku mulai merasakan kejenuhan yang teramat mendalam dengan keadaan seperti ini, bagaimana tidak?.. Hari demi hari seakan begitu cepat, tanpa ku lalui lagi bersama orang itu. Walaupun ku tahu aku yang telah memutuskan untuk tak bersamanya lagi, namun kini aku menyadari bahwa aku merindukannya. Aku merindukan hadirnya, senyumnya, tawanya, candanya bahkan tangisan manjanya saat bersama ku dulu.
Malam menjadi lebih dingin semenjak hari itu, cuaca siang bahkan lebih panas dari biasanya, dan pagi semakin sunyi tanpa kicauan burung yang menemani. Ku hirup aroma kopi di cangkir merah jambu ku ini, di antara rintik hujan malam ini aku semakin merindukannya. Tiba-tiba handphone ku bergetar, ku lirik handphone ku dan ku dapati nama itu yang menghiasi layar handphone mungil berawarna merah ini. “Rara, aku merindukanmu.. aku butuh kamu disini, apa kamu juga merasakan apa yang ku rasakan? Bales dong, Ra. Sisihin waktu kamu sebentar buat bales sms aku ini. Aku sayang kamu.” Ingin sekali aku membalasnya, namun apa daya tangan tak sampai.. aku masih membisu membacanya, “Aku juga merindukanmu, aku mencintaimu lebih dari yang kamu tau, Dam…” aku hanya mampu membalas pesan singkatnya dalam hati, berharap dia mampu mendengar apa yang ku ucapkan tadi. Tekad ku masih kuat, aku akan terus menjaga jarak dengan orang ini mungkin perlahan aku akan pergi dari kehidupannya.
Puluhan pesan singkat datang darinya tanpa satu balasan pun yang aku berikan, entahlah.. mungkin dia lebih kerasa dari batu karang hingga apapun yang ku lakukan padanya, dia tetap tak menghiraukannya dan tetap mencoba mendekatiku. Aku yakin dia masih menjadi salah satu orang yang dapat ku perjuangkan, tapi di balik itu semua aku masih menyimpan banyak rasa kecewa yang teramat mendalam padanya, aku ingin menghapusnya namun tetap tak bisa. Semua usaha yang dia tunjukan padaku tetap tak akan merubah keputusanku, aku menjahuinya.
“Apapun itu, setiap rasa yang menyakitkan, tak akan mampu membuat rasa yang menyenangkan seperti dulu..”
Cerpen Karangan: Syahrima
Blog: http://syyahrima.blogspot.com/
Habis GalauTerbitlah Move On !!!
Diposting oleh
Unknown
di
18.57
“Kamu kemana aja, kok semalam hilang tiba-tiba?”
“gak papa”
“Udahlah kita putus aja yah”
*hening
Itulah sebait isi sms yang membuat nasi goreng yang baru 2 sendok kusantap terasa basi. Bagaimana tidak, cowok yang kubanggakan yang setia menjadi foto profil BBM ku ini tiba-tiba menyentakku dengan kalimat yang mematikan.
Iya, dia adalah AN Seseorang yang mengisi hari-hariku 3 bulan ini. Mungkin kalian bakal nyengir “Ah baru 3 bulan juga, bentar lagi juga bakal lupa”
No kalian salah, nyaris setengah tahun sudah aku tak mendengarnya memanggilku sayang, terima sms selamat pagi dan alarmnya yang selalu mengingatkan aku beribadah.
Aneh memang, jika waktu 3 bulan ini bisa membuat aku gila berabad-abad.
Baiklah akan kuceritakan, sebut saja AN dia adalah seorang cowok manis, cuek dan sedikit pemalu, aku menyukainya sudah sejak 4 tahun lalu, saat itu aku tak seperti pengagum rahasia yang hanya memendam saja dan berani menikmati senyumnya dari kejauhan. Aku sudah pernah mengirimkan salam lewat temanku yang kebetulan sekelas dengan dia, bahkan aku juga sudah pernah dilabrak pacarnya karena berani menemui dia di bangku kelasnya *ironismemang, Keisengan temanku lah yang mendorongku masuk ke pintu kelasnya membuat mau tak mau aku maju ke arahnya dan menyapa hingga bertukar nomor hp denganya.
Tapi saat itu kami tak menjalin kedekatan lebih lama apalagi setelah si tomboy itu mendatangiku dengan kalimat dan nada tinggi. bukan lagi nyanyi loh yah, si tomboy ini karatewati bukan solois
—
Saat itu aku sedang berulang tahun, hampir semua kontak di bbm ku mengucapkan selamat, termasuk dia yang memang sudah berteman dengan aku di kontak bbm tanpa sadar siapa yang menginvite duluan ( anggap saja takdir).
“Happy birthday (disertai emotion pesta ala bbm)”
“Makasih (emotion malaikat)”
Yah begitulah sapaan pertama kami setelah 4 tahun kejadian tanpa sapaan tanpa cerita walau satu sekolah.
Selang sebulan kemudian aku melihat perubahan status yang ada di bbmnya, yang tadinya berisi inisial nama cewek tomboy yang mengomeliku 4 tahun lalu menjadi SINGLE.
Tanpa ada niat centil aku iseng mengirim messeng ke dia.
“Ciee kok statusnya diganti? galau yah..”
“hhe gak papa, udah gak sama-sama kok”
Aku berlalu pesannya tak kubalas lagi..
Saat itu aku tak menaruh harapan atau sok memiliki peluang karena memang aku sempat mengubur perasaanku setelah melihat frekuensi pacarannya yang selalu mesra di sekolah tapi memang setelah lulus SMA dulu sejoli ini terpisah karena AN harus kuliah di pulau jawa yaitu solo Hingga akhinya setiap minggu ke minggu dia semakin sering menyapa dan mengajak ngobrol di jejaring sosial.
Seiring berjalan waktu entah kenapa perasaan merah jambu yang 4 tahun lalu kurasa itu muncul kembali di permukaan. saat mengobrol dengannya aku mulai berani menaruh perhatian-perhatian kecil padanya. Entah kenapa sosok cowok pemalu dan yang pernah menggantung perasaanku ini mulai menghadirkan rona pipi di wajahku.
Aku tahu ini lucu.. tapi ini nyata aku mulai menyukainya dan.. Sampai akhirnya dia menyatakan sesuatu padaku, iya sesuatu kalimat yang biasa dikenal dengan kata “nembak”
“Aku boleh jujur?”
“Silahkan”
“Aku menyukaimu”
*jleb sontak kalimat ini membuatku kaget walaupun sebenarnya ini yang mungkin hatiku inginkan sejak dulu.
Saat itu aku memang langsung ngomong ke dia kalau aku gak percaya sama apa yang baru saja disampaikan dan sempat menghilang beberapa hari setelah itu.
Mungkin perasaan merah jambu itu yang mebuatku tak mampu lama-lama diam tanpa kabar dari dia. akhirnya aku buka akun sosial facebookku dan ternyata sudah banyak pesan masuk dari dia.
Jujur aku masih tak percaya dengan kalimatnya 4 hari lalu, sungguh membuatku melayang setengah koma.
“Rin..”
“Where’r you rin?”
“Rin?”
“Rin I need you”
Aku tak sanggup membaca pesannya ini tanpa membiarkan jari-jari tanganku mengetik balasannya walau ini terasa seperti mimpi.
“Kamu kenapa?”
“Aku sayang kamu”
Aku kembali berlalu dan meninggalkan nomor handphoneku di pesan kami itu. lalu menutupinya dengan mengambil lirik lagu Ten2five – Jika menjadi status dengan maksud sedikit menyentuhnya.
Saat itu aku tak berharap lebih lagi, aku rasa jika malam itu harus kuakhiri kedekatanku dengan dia aku akan tetap bahagia karena telah mendengar kalimat yang kuimpikan selama ini dari mulut manis cowok yang aku dambakan sejak SMA.
Tapi..
Smsnya datang dan menawarkan diri untuk menelfonku. Aku menolak saat itu bukan karena tak sanggup mendengar suara lembutnya tapi karena saat itu memang sudah larut malam, tak baik membangunkan teman sekamar hanya gara-gara Roman picisan ini.
Akhirnya dia tumpahkan semua perasaan yang ada dalam hatinya walaupun hanya lewat sms saat itu aku benar-benar dibuatnya mimpi indah. tidak ini bukan mimpi untuk saat itu semuanya nyata dan memang indah..
Tak langsung kujawab pernyataan cintanya, ku cerca dia dengan beberapa pertanyaan bahkan pernyataan untuk mematahkan keinginanya menjadikan aku pacarnya saat itu. Tapi dia mampu meyakinkan aku dan tepat di tanggal 15 April kami pun resmi jadian.
Sebagai pelakon hubungan jarak jauh awalnya hubungan kami baik-baik saja bahkan mesra karena walau di tempat yang berbeda bagaimanapun caranya kami kompak harus makan di waktu yang sama walau salah satu dari kami sudah keroncongan
Di minggu pertama kami terlihat wajar saja, setiap sebelum tidur pun aku selalu mengirimkan Voice note ke dia yang berisi suara merduku (menurut dia)
Hubungan kami memang sedikit datar dan mungkin mulai terasa menjenuhkan untuk dia tapi tidak untuk aku, aku sangat menikmati dan selalu berusaha sabar ketika harus menunggu kabarnya ketika dia sibuk dengan kegiatannya disana.
Sampai akhirnya dia sempat tak ada kabar sekitar 4 hari, sebelum ini frekuensi hubungan kami memang mulai hambar dia jarang mengirim pesan singkat hanya saat pagi dan malam sebelum tidur, bagiku aneh karena sebelumnya kami begitu intim berkomunikasi.
Selang kemudian aku mengirim pesan ke facebooknya.
“Kasih penjelasan Sayang, aku khawatir”
Tentu membuatku bingung, dia bisa meluangkan waktunya hari itu di status facebooknya tapi tidak dengan pacarnya yang sudah gelisah mengkhawatirkannya. memang sebelum dia menghilang dia sempat memberi kabar bahwa dia akan berangkat ke Magelang, aku menyetujui keinginannya itu karena memang aku bukan tipe cewek posesif yang suka mengandangkan pacar bak serigala.
Tak ada respon dari pesanku itu bahkan sudah ribuan panggilan telfon dariku yang diabaikannya serta beberapa sms yang tak satu pun digubris.
Saat itu aku bingung, cemas dan sedikit berfikiran negatif meragukan kesetiaan orang yang baru ku miliki ini.
Titik air itu tak mampu kubendung hingga semakin deras mengailir di mata pandaku yang memang belakangan ini tidurku tak tentu.
Aku coba bersabar dan mengontrol emosiku untuk tak gegabah mengeluarkan keputusan. saat itu aku menenangkan diriku sendiri apapun keputusan yang akan kubuat malam itu tentu tak akan menjawab kediamannya beberapa hari ini karena sudah pasti tak dapat penjelasan dari dia.
Malam itu aku berhenti sejenak menghubunginya dan tertidur dengan sendirinya bersama bantal yang sudah lembab oleh air mataku.
Esok paginya dengan mata sembab aku segera meraba-raba handphoneku entah kenapa aku rindu pada sosok yang semalam kutangisi itu, tidak ada balasan sms satu pun dari kontaknya dan aku memilih membuka akun facebookku kemudian meihat wall facebook kekasihku itu, aku membuka dan menyimak satu per satu status nya. aku terkejut dan sedikit terisis bukan karena isi satusnya tapi wanita itu, Entah ada angin apa dia tiba-tiba muncul dan menyukai (like) semua status mantan kekashinya itu bahkan status-status jauh dari hari itu. Sedikit geram dan penasaran (cemburu lebih tepatnya) aku membuka lagi wall facebook si tomboy itu ada status bernada “Rindu” disitu *sekalilagidiatidaksedangbernyanyi
Saat itu aku coba berlalu dari jejaring sosial yang membuatku meringis itu. Tak kupungkiri setelah itu berbagai gejolak datang menerobos jantung yang memang sesak belakangan ini, Aku bingung harus bagaimana karena kekasihku ini saja tak ada kabar beberapa hari ini. aku memilih menceritakan kegundahanku ini pada sahabatku melalui telfon.
Banyak siraman petuah kudapatkan dari hasil tukar pikiranku dengan sahabatku tadi namun hati ini masih saja tak tenang.
Malam pun tiba dan ya, ada ucapan selamat malam datang dan itu dari kontaknya yang aku tunggu-tunggu beberapa hari ini yang sungguh membuatku hampir gantung diri (elbeye)
Messengenya ini memang telah menghadirkan perdebatan antara kami, begitu panjang penjelasan dari dia. Aku terima karena memang aku tak pernah menuntut apa-apa selain penjelasan dan kabar dari dia. Aku memang bukan sesabar Aisyah sebagai istri Nabi Muhammad tapi entah kenapa selama bersama dia aku selalu menuntut diriku untuk sabar menghadapinya.
Setelah kejadian dan penjelasan itu hubungan kami kembali membaik, tak lagi ku ungkit-ungkit apapun masalah kami sebelumnya bahkan tentang si tomboy itu, aku tak rela menyebut namanya dan mengingatkannya pada orang yang kusayangi ini.
Mungkin hubungan kami ini benar-benar sedang pada masa sulit sampai akhinya kembali terasa hambar, apapun yang kami bicarakan di setiap komunikasi kami menjadi tak berasa lagi. apalagi setelah dia menanyakan masa laluku yang kurasa tidak penting untuk di kuak kembali, kurasa sosok yang bergelar mantan tidak patut untuk dibahas saat kita sudah memiliki hati baru, karena akupun tak pernah menanyakan kisah indahnya dengan si tomboy itu meski aku sangat penasaran kenapa cowok semanis dan pemalu seperti dia bisa menjalin hubungan dengan wanita setengah pria itu.
Aku jenuh dengan isi pesan singkat kami saat itu dan aku pun berlalu tanpa balasan untuknya..
Itulah aku, aku lebih memilih diam daripada harusn terus bicara tapi menyakiti hatinya. Semua kumaksud untuk menjaga hati dan hubungan kami.
Dan keesokan malam itulah semuanya terjadi..
messengnya datang dan membuatku hampir tewas, dia mengejutkanku, membuat rintik itu jatuh lagi ke pipiku bahkan lebih deras dengan isakan bak balita direbut botol susunya dan tentu membuat makanan yang aku kunyah mendadak terasa tak bergaram.
Dia memutuskanku!
Sakit, sakit dan memang sakit… Gila memang jika menangisinya membutuhkan waktu lebih lama dari memilikinya, Entah kenapa perasaan itu begitu kuat meski baru kujalani tak lebih dari setengah tahun ini. kuharap semua mengerti karena memang dia sudah kucintai jauh sebelum aku memilikinya, ya kuhitung dari detik ini.
Aku memang lupa, lupa kalau orang yang kucintai ini memliki hati yang keras dan mudah tersinggung. dia paling tidak suka jika kutinggal tidur tanpa memberitahunya lewat pesan singkat, apalagi tiba-tiba menghilang tanpa membalas pesannya malam itu.
Aku mencoba tegar, pasrah pada apa yang sudah dia putuskan hari itu tapi memang sulit apalagi jika terus melihat statusnya di jejaring sosial tanpa ada tentang aku lagi disana. Aku memutuskan pertemanan kami di setiap akun sosial, tak berselang waktu lama dia pun membalas sikapku itu dengan memblock akun ku di akun miliknya. Tentu semakin sakit, Aku lupa dan lagi-lagi aku lupa kalau si pemalu ini adalah orang yang mudah tersinggung. sikapnya ini benar-benar mematikan langkahku, tak ada lagi yang mampu kulakukan selain meratapi diri sendiri saat merindukan dia.
Hari demi hari kulewati..
Aku coba untuk move on dari pahitnya keseharianku yang sudah 4 bulan ini tanpa dia.
Memang sulit, apalagi terkadang aku sering menyiksa diriku sendiri dengan mendengar lagu-lagu mellow dan membiarkan kuliah kutinggalkan dalam beberapa hari, bahkan aku sempat kecelakaan karena mengendarai sepeda motor sambil menghayal (entah bagian kenangan mana yang aku khayalkan saat itu–)
GILA! kata itulah yang tiba-tiba muncul dari benakku.
“Wake up Rin.. jangan siksa dirimu dengan orang yang memang sebelumnya kamu mampu berdiri tanpa dia”
Dari sinilah aku mulai membangkitkan semangatku kembali, aku mencoba tak lagi mendengarkan lagu-lagu mellow, tidak lagi menatap fotonya sambil showerran, mengurungkan niat melihat akun sosialnya melalui akun teman (semenjak di block) dan tentu tidak lagi menghayalkan wajahnya saat mengendarai motor.
Alhamdulillah, Aku mampu kembali pada duniaku, kembali pada senyumku dan tentunya kembali pada Tuhanku (Bagian yang tak mungkin kulupakan seumur hidup)
Aku kembali fokus pada kuliahku, kembali mencintai pekerjaanku sebagai guru les private, kembali menggiati obsesiku sebagai penulis, menambah hobi-hobi baru dan yang pasti menikmati gelar baruku yaitu single.
Indah memang mencintai tapi semuanya tak perlu berakhir dengan memiliki selamanya, percayalah bahwa banyak hal baik menanti di luar sana.
“gak papa”
“Udahlah kita putus aja yah”
*hening
Itulah sebait isi sms yang membuat nasi goreng yang baru 2 sendok kusantap terasa basi. Bagaimana tidak, cowok yang kubanggakan yang setia menjadi foto profil BBM ku ini tiba-tiba menyentakku dengan kalimat yang mematikan.
Iya, dia adalah AN Seseorang yang mengisi hari-hariku 3 bulan ini. Mungkin kalian bakal nyengir “Ah baru 3 bulan juga, bentar lagi juga bakal lupa”
No kalian salah, nyaris setengah tahun sudah aku tak mendengarnya memanggilku sayang, terima sms selamat pagi dan alarmnya yang selalu mengingatkan aku beribadah.
Aneh memang, jika waktu 3 bulan ini bisa membuat aku gila berabad-abad.
Baiklah akan kuceritakan, sebut saja AN dia adalah seorang cowok manis, cuek dan sedikit pemalu, aku menyukainya sudah sejak 4 tahun lalu, saat itu aku tak seperti pengagum rahasia yang hanya memendam saja dan berani menikmati senyumnya dari kejauhan. Aku sudah pernah mengirimkan salam lewat temanku yang kebetulan sekelas dengan dia, bahkan aku juga sudah pernah dilabrak pacarnya karena berani menemui dia di bangku kelasnya *ironismemang, Keisengan temanku lah yang mendorongku masuk ke pintu kelasnya membuat mau tak mau aku maju ke arahnya dan menyapa hingga bertukar nomor hp denganya.
Tapi saat itu kami tak menjalin kedekatan lebih lama apalagi setelah si tomboy itu mendatangiku dengan kalimat dan nada tinggi. bukan lagi nyanyi loh yah, si tomboy ini karatewati bukan solois
—
Saat itu aku sedang berulang tahun, hampir semua kontak di bbm ku mengucapkan selamat, termasuk dia yang memang sudah berteman dengan aku di kontak bbm tanpa sadar siapa yang menginvite duluan ( anggap saja takdir).
“Happy birthday (disertai emotion pesta ala bbm)”
“Makasih (emotion malaikat)”
Yah begitulah sapaan pertama kami setelah 4 tahun kejadian tanpa sapaan tanpa cerita walau satu sekolah.
Selang sebulan kemudian aku melihat perubahan status yang ada di bbmnya, yang tadinya berisi inisial nama cewek tomboy yang mengomeliku 4 tahun lalu menjadi SINGLE.
Tanpa ada niat centil aku iseng mengirim messeng ke dia.
“Ciee kok statusnya diganti? galau yah..”
“hhe gak papa, udah gak sama-sama kok”
Aku berlalu pesannya tak kubalas lagi..
Saat itu aku tak menaruh harapan atau sok memiliki peluang karena memang aku sempat mengubur perasaanku setelah melihat frekuensi pacarannya yang selalu mesra di sekolah tapi memang setelah lulus SMA dulu sejoli ini terpisah karena AN harus kuliah di pulau jawa yaitu solo Hingga akhinya setiap minggu ke minggu dia semakin sering menyapa dan mengajak ngobrol di jejaring sosial.
Seiring berjalan waktu entah kenapa perasaan merah jambu yang 4 tahun lalu kurasa itu muncul kembali di permukaan. saat mengobrol dengannya aku mulai berani menaruh perhatian-perhatian kecil padanya. Entah kenapa sosok cowok pemalu dan yang pernah menggantung perasaanku ini mulai menghadirkan rona pipi di wajahku.
Aku tahu ini lucu.. tapi ini nyata aku mulai menyukainya dan.. Sampai akhirnya dia menyatakan sesuatu padaku, iya sesuatu kalimat yang biasa dikenal dengan kata “nembak”
“Aku boleh jujur?”
“Silahkan”
“Aku menyukaimu”
*jleb sontak kalimat ini membuatku kaget walaupun sebenarnya ini yang mungkin hatiku inginkan sejak dulu.
Saat itu aku memang langsung ngomong ke dia kalau aku gak percaya sama apa yang baru saja disampaikan dan sempat menghilang beberapa hari setelah itu.
Mungkin perasaan merah jambu itu yang mebuatku tak mampu lama-lama diam tanpa kabar dari dia. akhirnya aku buka akun sosial facebookku dan ternyata sudah banyak pesan masuk dari dia.
Jujur aku masih tak percaya dengan kalimatnya 4 hari lalu, sungguh membuatku melayang setengah koma.
“Rin..”
“Where’r you rin?”
“Rin?”
“Rin I need you”
Aku tak sanggup membaca pesannya ini tanpa membiarkan jari-jari tanganku mengetik balasannya walau ini terasa seperti mimpi.
“Kamu kenapa?”
“Aku sayang kamu”
Aku kembali berlalu dan meninggalkan nomor handphoneku di pesan kami itu. lalu menutupinya dengan mengambil lirik lagu Ten2five – Jika menjadi status dengan maksud sedikit menyentuhnya.
Saat itu aku tak berharap lebih lagi, aku rasa jika malam itu harus kuakhiri kedekatanku dengan dia aku akan tetap bahagia karena telah mendengar kalimat yang kuimpikan selama ini dari mulut manis cowok yang aku dambakan sejak SMA.
Tapi..
Smsnya datang dan menawarkan diri untuk menelfonku. Aku menolak saat itu bukan karena tak sanggup mendengar suara lembutnya tapi karena saat itu memang sudah larut malam, tak baik membangunkan teman sekamar hanya gara-gara Roman picisan ini.
Akhirnya dia tumpahkan semua perasaan yang ada dalam hatinya walaupun hanya lewat sms saat itu aku benar-benar dibuatnya mimpi indah. tidak ini bukan mimpi untuk saat itu semuanya nyata dan memang indah..
Tak langsung kujawab pernyataan cintanya, ku cerca dia dengan beberapa pertanyaan bahkan pernyataan untuk mematahkan keinginanya menjadikan aku pacarnya saat itu. Tapi dia mampu meyakinkan aku dan tepat di tanggal 15 April kami pun resmi jadian.
Sebagai pelakon hubungan jarak jauh awalnya hubungan kami baik-baik saja bahkan mesra karena walau di tempat yang berbeda bagaimanapun caranya kami kompak harus makan di waktu yang sama walau salah satu dari kami sudah keroncongan
Di minggu pertama kami terlihat wajar saja, setiap sebelum tidur pun aku selalu mengirimkan Voice note ke dia yang berisi suara merduku (menurut dia)
Hubungan kami memang sedikit datar dan mungkin mulai terasa menjenuhkan untuk dia tapi tidak untuk aku, aku sangat menikmati dan selalu berusaha sabar ketika harus menunggu kabarnya ketika dia sibuk dengan kegiatannya disana.
Sampai akhirnya dia sempat tak ada kabar sekitar 4 hari, sebelum ini frekuensi hubungan kami memang mulai hambar dia jarang mengirim pesan singkat hanya saat pagi dan malam sebelum tidur, bagiku aneh karena sebelumnya kami begitu intim berkomunikasi.
Selang kemudian aku mengirim pesan ke facebooknya.
“Kasih penjelasan Sayang, aku khawatir”
Tentu membuatku bingung, dia bisa meluangkan waktunya hari itu di status facebooknya tapi tidak dengan pacarnya yang sudah gelisah mengkhawatirkannya. memang sebelum dia menghilang dia sempat memberi kabar bahwa dia akan berangkat ke Magelang, aku menyetujui keinginannya itu karena memang aku bukan tipe cewek posesif yang suka mengandangkan pacar bak serigala.
Tak ada respon dari pesanku itu bahkan sudah ribuan panggilan telfon dariku yang diabaikannya serta beberapa sms yang tak satu pun digubris.
Saat itu aku bingung, cemas dan sedikit berfikiran negatif meragukan kesetiaan orang yang baru ku miliki ini.
Titik air itu tak mampu kubendung hingga semakin deras mengailir di mata pandaku yang memang belakangan ini tidurku tak tentu.
Aku coba bersabar dan mengontrol emosiku untuk tak gegabah mengeluarkan keputusan. saat itu aku menenangkan diriku sendiri apapun keputusan yang akan kubuat malam itu tentu tak akan menjawab kediamannya beberapa hari ini karena sudah pasti tak dapat penjelasan dari dia.
Malam itu aku berhenti sejenak menghubunginya dan tertidur dengan sendirinya bersama bantal yang sudah lembab oleh air mataku.
Esok paginya dengan mata sembab aku segera meraba-raba handphoneku entah kenapa aku rindu pada sosok yang semalam kutangisi itu, tidak ada balasan sms satu pun dari kontaknya dan aku memilih membuka akun facebookku kemudian meihat wall facebook kekasihku itu, aku membuka dan menyimak satu per satu status nya. aku terkejut dan sedikit terisis bukan karena isi satusnya tapi wanita itu, Entah ada angin apa dia tiba-tiba muncul dan menyukai (like) semua status mantan kekashinya itu bahkan status-status jauh dari hari itu. Sedikit geram dan penasaran (cemburu lebih tepatnya) aku membuka lagi wall facebook si tomboy itu ada status bernada “Rindu” disitu *sekalilagidiatidaksedangbernyanyi
Saat itu aku coba berlalu dari jejaring sosial yang membuatku meringis itu. Tak kupungkiri setelah itu berbagai gejolak datang menerobos jantung yang memang sesak belakangan ini, Aku bingung harus bagaimana karena kekasihku ini saja tak ada kabar beberapa hari ini. aku memilih menceritakan kegundahanku ini pada sahabatku melalui telfon.
Banyak siraman petuah kudapatkan dari hasil tukar pikiranku dengan sahabatku tadi namun hati ini masih saja tak tenang.
Malam pun tiba dan ya, ada ucapan selamat malam datang dan itu dari kontaknya yang aku tunggu-tunggu beberapa hari ini yang sungguh membuatku hampir gantung diri (elbeye)
Messengenya ini memang telah menghadirkan perdebatan antara kami, begitu panjang penjelasan dari dia. Aku terima karena memang aku tak pernah menuntut apa-apa selain penjelasan dan kabar dari dia. Aku memang bukan sesabar Aisyah sebagai istri Nabi Muhammad tapi entah kenapa selama bersama dia aku selalu menuntut diriku untuk sabar menghadapinya.
Setelah kejadian dan penjelasan itu hubungan kami kembali membaik, tak lagi ku ungkit-ungkit apapun masalah kami sebelumnya bahkan tentang si tomboy itu, aku tak rela menyebut namanya dan mengingatkannya pada orang yang kusayangi ini.
Mungkin hubungan kami ini benar-benar sedang pada masa sulit sampai akhinya kembali terasa hambar, apapun yang kami bicarakan di setiap komunikasi kami menjadi tak berasa lagi. apalagi setelah dia menanyakan masa laluku yang kurasa tidak penting untuk di kuak kembali, kurasa sosok yang bergelar mantan tidak patut untuk dibahas saat kita sudah memiliki hati baru, karena akupun tak pernah menanyakan kisah indahnya dengan si tomboy itu meski aku sangat penasaran kenapa cowok semanis dan pemalu seperti dia bisa menjalin hubungan dengan wanita setengah pria itu.
Aku jenuh dengan isi pesan singkat kami saat itu dan aku pun berlalu tanpa balasan untuknya..
Itulah aku, aku lebih memilih diam daripada harusn terus bicara tapi menyakiti hatinya. Semua kumaksud untuk menjaga hati dan hubungan kami.
Dan keesokan malam itulah semuanya terjadi..
messengnya datang dan membuatku hampir tewas, dia mengejutkanku, membuat rintik itu jatuh lagi ke pipiku bahkan lebih deras dengan isakan bak balita direbut botol susunya dan tentu membuat makanan yang aku kunyah mendadak terasa tak bergaram.
Dia memutuskanku!
Sakit, sakit dan memang sakit… Gila memang jika menangisinya membutuhkan waktu lebih lama dari memilikinya, Entah kenapa perasaan itu begitu kuat meski baru kujalani tak lebih dari setengah tahun ini. kuharap semua mengerti karena memang dia sudah kucintai jauh sebelum aku memilikinya, ya kuhitung dari detik ini.
Aku memang lupa, lupa kalau orang yang kucintai ini memliki hati yang keras dan mudah tersinggung. dia paling tidak suka jika kutinggal tidur tanpa memberitahunya lewat pesan singkat, apalagi tiba-tiba menghilang tanpa membalas pesannya malam itu.
Aku mencoba tegar, pasrah pada apa yang sudah dia putuskan hari itu tapi memang sulit apalagi jika terus melihat statusnya di jejaring sosial tanpa ada tentang aku lagi disana. Aku memutuskan pertemanan kami di setiap akun sosial, tak berselang waktu lama dia pun membalas sikapku itu dengan memblock akun ku di akun miliknya. Tentu semakin sakit, Aku lupa dan lagi-lagi aku lupa kalau si pemalu ini adalah orang yang mudah tersinggung. sikapnya ini benar-benar mematikan langkahku, tak ada lagi yang mampu kulakukan selain meratapi diri sendiri saat merindukan dia.
Hari demi hari kulewati..
Aku coba untuk move on dari pahitnya keseharianku yang sudah 4 bulan ini tanpa dia.
Memang sulit, apalagi terkadang aku sering menyiksa diriku sendiri dengan mendengar lagu-lagu mellow dan membiarkan kuliah kutinggalkan dalam beberapa hari, bahkan aku sempat kecelakaan karena mengendarai sepeda motor sambil menghayal (entah bagian kenangan mana yang aku khayalkan saat itu–)
GILA! kata itulah yang tiba-tiba muncul dari benakku.
“Wake up Rin.. jangan siksa dirimu dengan orang yang memang sebelumnya kamu mampu berdiri tanpa dia”
Dari sinilah aku mulai membangkitkan semangatku kembali, aku mencoba tak lagi mendengarkan lagu-lagu mellow, tidak lagi menatap fotonya sambil showerran, mengurungkan niat melihat akun sosialnya melalui akun teman (semenjak di block) dan tentu tidak lagi menghayalkan wajahnya saat mengendarai motor.
Alhamdulillah, Aku mampu kembali pada duniaku, kembali pada senyumku dan tentunya kembali pada Tuhanku (Bagian yang tak mungkin kulupakan seumur hidup)
Aku kembali fokus pada kuliahku, kembali mencintai pekerjaanku sebagai guru les private, kembali menggiati obsesiku sebagai penulis, menambah hobi-hobi baru dan yang pasti menikmati gelar baruku yaitu single.
Indah memang mencintai tapi semuanya tak perlu berakhir dengan memiliki selamanya, percayalah bahwa banyak hal baik menanti di luar sana.
Langganan:
Postingan (Atom)
Sample Text
pengunjung
Diberdayakan oleh Blogger.
You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "
-
Hari yang cerah menuntunku berangkat sekolah, “aku harus semangat” gumamku dalam hati. Namaku alifa aku biasa dipanggil ifa, aku adalah ce...
-
Karena kita menghadirkan rasa Kicauan burung seakan membuatku menari, walau ku tahu hari ini semua telah berbeda. Orang yang selalu menja...
-
Bagian 9 Apapun itu, Maafin aku Siang ini aku merasa begitu lelah. Terik mentari juga membuatku begitu haus, itu alasannya...
-
Bagian 2 So Sweet…. Rerimbunan pelepah nyiur diufuk barat memaksa mentari redup lebih awal. Menyembunyikannya dibalik gu...
-
Bagian 8 Maafin Aku Siang ini perutku begitu lapar. Karena insiden pagi tadi aku tidak sarapan, ibu jadi marah dan tidak memasak apa...
-
“Kamu kemana aja, kok semalam hilang tiba-tiba?” “gak papa” “Udahlah kita putus aja yah” *hening Itulah sebait isi sms yang membuat nasi...
-
Bagian 5 PUTUS Seperti biasa pagi ini aku duduk didepan kantor guru, tak lain untuk sekedar berpandangan dengan Resza. Dul...
-
Ku tatap langit sore hari itu. Warna jingga disertai mentari yang bulat kehitaman mulai untuk terbenam. Yah, sunset pun tiba. Angin membel...
-
Bagian 7 BELAHAN JIWA Saat ini aku rasa hidupku begitu indah. Tak ada 1 pun yang kurang yang masih aku inginkan, kecuali p...
-
Bagian 4 Siapa Lagi Dia??! Bekas luka tempo hari sebenarnya belum begitu sembuh. Tapi aku harus sembuh. Kembali pada keada...