Ku tatap langit sore hari itu. Warna jingga disertai mentari yang
bulat kehitaman mulai untuk terbenam. Yah, sunset pun tiba. Angin
membelai tubuhku begitu indah. Kupejamkan mataku sejenak menikmati
tubuhku yang terasa begitu menyatu pada alam dan susana sore itu.
Langit mulai gelap, aku pun memutuskan pulang ke rumah. Saat aku
mulai merebahkan tubuhku di atas ranjangku, terdengar suara getar dari
hhpku menandakan ada sms masuk. Kulihat pesan itu dari sahabatku Zaza.
“Brina, besok sore ke kolam yah. Ini penting dan wajib” begitulah bunyi
pesan itu. Aku pun membalas dengan jawaban singkat “ya” kujauhkan hpku
dari tubuhku. Aku ingin kembali pada ketenangan. Kutarik bantal tidur
kesayanganku, ternyata ada sebuah benda yang ikut terjatuh bersamanya.
Kuambil dan kulihat. Ternyata, itu adalah frame yang bertempelkan foto
kekasihku (mantan kekasih lebih tepatnya) aku begitu menyayanginya
hingga aku tak bisa menerima keadaan bahwa hubungan kita telah berakhir.
Kupandangi sejenak foto itu. Tak terasa, air mataku sudah menumpuk di
pelupuk mata dan telah membuncah keluar. Kenangan itu pun kembali.
Kenangan saat pertama kali aku bertemu dengan Gaga, mantan yang sangat
aku sayang hingga detik ini. Juga kenangan saat kami PDKT, jadian,
hingga berakhir. Begitu indah semua itu dengan diselingi kata-kata dan
janji yang selalu terucap dari bibir Gaga.
Kami bertemu saat acara LDKS Kota yang tak kusangka. Dia begitu
tampak sempurna dan spesial di mataku. Memberiku rasa nyaman terdalam.
Kami saling mencintai, hanya karena ada sedikit kesalah fahaman antara
mama Gaga akan hubungan kita yang membuat ini semua berakhir.
Terdengar ketukan pintu kamarku yang memecah lamunan dan tangisanku.
Segera kuhapus air mataku dan mencoba memperbaiki keadaan seolah tak
terjadi apa-apa. “Dek, kamu kenapa sayang?” Ternyata kakakku lah yang
masuk. Kakakku adalah tempatku berbagi tawa dan air mata, jadi sepandai
apapun aku menyembunyikan sesuatu darinya akan ketauan juga. Belum
sempat ku menjawab “Gaga lagi ya?” Sontak aku menganggukkan kepala.
Kakak membelai kasar rambutku “udah dong, jangan sedih dan terlalu
difikirkan. Lagi pula kalian berakhir bukan karena rasa itu hilang kan?
Sebuah kesalah fahaman yang perlu waktu untuk difikirkan dan diluruskan
saja.” Aku hanya terdiam dan terisak “woy, nangis terus. Tuh mata udah
kaya mata air aja. Udah deh, mana Brina adek kakak yang selalu ceria?
Katanya anti galau” kakak menarik kecil bibirku untuk menampakkan simpul
kecil sebuah senyuman. Aku meraih kakakku dan secara spontan memeluknya
“Gaga is my first love. Di antara mantan-mantanku hanya dia yang bisa
membuatku mengerti arti cinta dan kasih sayang kak. Aku gak bisa lupain
dia. Usaha move on ku gagal.” Aku menangis sejadi-jadinya di pundak
kakak. “Kakak ngerti perasaanmu dek, tapi ya jangan galau terus dong.
Jangan selalu dilampiasin dengan nangis. Cari tempat tenang dan indah
aja biar bisa refresh otak sekalian. Kamu jadi makin jelek deh,
kebanyakan nangis. Senyum dong.” Aku ingin segera beristirahat, maka itu
aku berusaha sedikit tersenyum walau berat agar kakak segera
meninggalkanku. Kakak pun pergi. “Makasih kakak terhebat” tak lupa
kuucapkan itu sebelum kakakku berlalu dari kamarku. Aku sangat lelah,
maka itu tak butuh waktu lama aku pun terlelap.
Esoknya sepulang sekolah aku menuju ke kolam memenuhi janjiku pada
Zaza. Tampaknya Zaza belum datang. Aku pun memilih duduk di atas tribun
sambil menikmati hembusan angin dan menatap ombak kecil pada kolam yang
memberiku ketenangan tersendiri. Tak terasa, hayalku pun terbang jauh.
Aku melamun. Hingga ada seseorang mengagetkanku “Brina!” Sontak aku
memekik. “Kaget tau Za.” Ucapku lirih tak bersemangat. “Lagian kamu sih
ngelamun aja. Gaga lagi ya? Bosen tau. Move on dong!” Ucap Zaza dengan
suara menggebu tapi terdengar sedikit mengejek. “Susah” sahutku singkat.
“Makanya ikutan anak-anak kolam liburan ke Pantai Pasir Putih Situbondo
yuk. Lumayan menghibur diri dan merefresh otak sejenak. Coba melupakan
Gaga dengan bersenang-senang selama 3 hari 2 malam” mendengar ucapan
Zaza aku ingat saran kakak malam itu. “Gimana? Mau coba ya? Ini juga
yang aku bilang penting ke kamu. Aku gak mau kamu larut dalam kesedihan
terlalu lama” sambung Zaza. “Oh yaa? Ciyus?” Godaku pada Zaza. “Iya deh
aku mau. Makasih sahabatku tercinta. Udah mau mikirin aku” aku mencoba
tersenyum dan mengacak-acak rambut Zaza.
Tiba waktunya. Ku genggam foto Gaga dihadapan Zaza sebelum
keberangkatan. “Apaan tuh?” Tanya Zaza. Setelah Zaza tau yang aku bawa
foto Gaga, foto itu pun diambilnya. “Hellow, gimana mau move on kalau
fotonya aja masih kamu bawa-bawa.” Aku pun terdiam “udah tinggal aja”.
Zaza berkata sambil meninggalkan foto itu di meja dan menarikku menuju
rombongan. Aku menatap foto itu dari kejauhan.
Kami tiba sore hari, aku pun langsung menuju dermaga menanti sunset.
Benar saja. Pemandangannya begitu indah. Aku pun begitu terpana
menyaksikannya. Ingatanku kembali pada Gaga. Air mataku tak terasa
kembali mengalir membawaku dalam sebuah lamunan. Hingga aku baru sadar
saat hari mulai gelap dan Zaza sudah berada di sampingku. “Udah
nangisnya? Udah ngelamunnya? Enak ya, sampe disini ada orang ngomong
dikacangin” gerutu Zaza dengan manyun. “Hehehehe, maaf ya Zaza. Aku gak
bermaksud. Aku hanya berhayal dan kefikiran…” belum selesai ku bicara
Zaza memotong “Gaga? Boseeen. Inget ya, kamu kesini buat seneng-seneng
dan berusaha lupain dia!” Cerocos Zaza panjang lebar. “Duh, iya-iya. Ya
udah kamar yuk.” Alihku agar omongan Zaza berhenti. Kami beristirahat.
Pukul 3 pagi Brina sudah keluar jalan-jalan di dermaga menikmati
indahnya bintang tersambung menjadi sebuah rasi yang sangat indah.
Tiba-tiba rasi itu berubah menjadi wajah Gaga. Brina ingin kembali
menangis, tapi ada sepasang tangan yang dengan erat menutup mata Brina.
“Tebak sapa aku?” Suara pemilik tangan itu terdengar. “Zaza?” Tangan itu
mengendor dan terlepas. “Ini aku Yidan. Ngapain disini sendiri? Dari
kemarin aku lihat kamu murung terus dan menyendiri.” Yidan duduk di
sebelahku. Baru aku mau menjawab. “Aaahh, Gaga kan? Udah tau udah basi
dan udah bosen!” Aku pun kaget “kok kamu tau?” Tanyaku. “Seluruh anggota
kolam tau lah. Mereka pun menyayangkan berakhirnya hubungan kalian.
Tapi, udah dong jangan dipikir. Kita have fun aja yuk” ajak Yidan. Brina
kembali termenung, tanpa sadar ia menyandarkan kepalanya pada pundak
Yidan. Yidan mengusap lembut rambut Brina. Yidan berkata dalam batin
“coba kamu lihat aku disini Brina. Ada aku. Aku sayang banget sama kamu.
Tapi aku selalu tersingkir oleh mereka yang menyayangimu dan berada di
sekelilingmu.”
Cukup lama mereka berkelana pada lamunan dan batin mereka
masing-masing. Hingga Brina yang menyadari Yidan ikut melamun “kok kamu
jadi ikutan ngelamun sih?” Yidan pun tergagap “gak papa kok.” Yidan
meraih tangan Brina dan diletakkannya pada pipinya. Mereka pun saling
bertatap dalam. “Brina, lupakan dia. Aku janji akan membantumu dan
menghiburmu saat kamu sedih dan kembali kefikiran Gaga. Aku akan
berusaha menjadi penghapus perihmu.” Tanpa sadar Yidan mengatakan
ketulusan itu pada Brina. “Makasih Yidan, kamu memang selalu baik
padaku.” Brina mengusap pipi Yidan lembut dan tanpa sadar memeluk Yidan.
Brina mulai kembali sedikit terisak. Yidan yang mendengarnya langsung
mengambil posisi dan berbalik dia yang kini menyentuh dan menghapus air
mata pada pipi Brina. “Heh cengeng, udah dong nangisnya. Nangisin apa
lagi sih, kurang nih janjiku? Kalau nangis gini jelek ah.” Kata Yidan
“aku terharu” jawab Brina. Yidan mencubit genit pipi Brina “udah yuk,
udah mulai terang. Pantai yuk main air” Yidan menarik lembut tangan
Brina. Mereka bermain air bersama hingga kini Brina dapat melupakan Gaga
sejenak.
Sore hari tiba. Brina dan Yidan yang lelah bermain seharian
beristirahat di dermaga sambil menunggu sunset. Yidan tidur pada
pangkuan Brina. Hingga tatapan mereka bertemu. Yidan yang sudah tak
tahan mengungkapkan rasanya pada Brina berdiri. Yidan pun meminta Brina
untuk berdiri. Diraihnya tangan Brina dan digenggamnya erat. “Brina, aku
sudah lama memendam ini padamu. Aku ingin jujur, aku tau mungkin kamu
gak bisa beralih dari Gaga secepat ini. Tapi aku ingin jujur. Aku
mencintaimu dan aku menyayangimu jauh sebelum Gaga ada. Would you be my
girl friend? I’m promise I’ll keep your heart and never hurting it.”
Brina terkejut mendengar pernyataan Yidan. Brina menangis antara terharu
dan dilema. “Makasih udah selalu ada buat aku Yidan, makasih kamu mau
menjadi penghapus perihku. Bukan aku menolak, tapi aku masih perlu
terbiasa dengan hadirmu menggantikan posisi Gaga. Aku pun masih belum
bisa sepenuhnya melupakan Gaga. Tapi jujur aku mulai merasa nyaman
berada di dekatmu. Buat aku merasa lebih nyaman lagi, buat aku terbiasa
bersamamu. Maka aku akan sepenuhnya menjadi milikmu.” Brina memeluk
Yidan erat. “Aku janji akan berusaha untuk itu Brina. Aku menyayangimu.
Aku tak akan pernah melepasmu.” Yidan mencium kening Brina dan
memeluknya erat. Kisah mereka disaksikan oleh sunset yang tampak begitu
indah sore itu. Anginpun berhembus iri.
Cerpen Karangan: Natasya Shyabrina Vara Gunawan
Dikutip : http://cerpenmu.com/cerpen-romantis/penghapus-perih.html
Pages
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Sample Text
pengunjung
Diberdayakan oleh Blogger.
You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "
-
Hari yang cerah menuntunku berangkat sekolah, “aku harus semangat” gumamku dalam hati. Namaku alifa aku biasa dipanggil ifa, aku adalah ce...
-
Karena kita menghadirkan rasa Kicauan burung seakan membuatku menari, walau ku tahu hari ini semua telah berbeda. Orang yang selalu menja...
-
Bagian 9 Apapun itu, Maafin aku Siang ini aku merasa begitu lelah. Terik mentari juga membuatku begitu haus, itu alasannya...
-
Bagian 2 So Sweet…. Rerimbunan pelepah nyiur diufuk barat memaksa mentari redup lebih awal. Menyembunyikannya dibalik gu...
-
Bagian 8 Maafin Aku Siang ini perutku begitu lapar. Karena insiden pagi tadi aku tidak sarapan, ibu jadi marah dan tidak memasak apa...
-
“Kamu kemana aja, kok semalam hilang tiba-tiba?” “gak papa” “Udahlah kita putus aja yah” *hening Itulah sebait isi sms yang membuat nasi...
-
Bagian 5 PUTUS Seperti biasa pagi ini aku duduk didepan kantor guru, tak lain untuk sekedar berpandangan dengan Resza. Dul...
-
Ku tatap langit sore hari itu. Warna jingga disertai mentari yang bulat kehitaman mulai untuk terbenam. Yah, sunset pun tiba. Angin membel...
-
Bagian 7 BELAHAN JIWA Saat ini aku rasa hidupku begitu indah. Tak ada 1 pun yang kurang yang masih aku inginkan, kecuali p...
-
Bagian 4 Siapa Lagi Dia??! Bekas luka tempo hari sebenarnya belum begitu sembuh. Tapi aku harus sembuh. Kembali pada keada...
0 komentar:
Posting Komentar