Penghapus Perih

Senin, 24 Februari 2014
Ku tatap langit sore hari itu. Warna jingga disertai mentari yang bulat kehitaman mulai untuk terbenam. Yah, sunset pun tiba. Angin membelai tubuhku begitu indah. Kupejamkan mataku sejenak menikmati tubuhku yang terasa begitu menyatu pada alam dan susana sore itu.
Langit mulai gelap, aku pun memutuskan pulang ke rumah. Saat aku mulai merebahkan tubuhku di atas ranjangku, terdengar suara getar dari hhpku menandakan ada sms masuk. Kulihat pesan itu dari sahabatku Zaza. “Brina, besok sore ke kolam yah. Ini penting dan wajib” begitulah bunyi pesan itu. Aku pun membalas dengan jawaban singkat “ya” kujauhkan hpku dari tubuhku. Aku ingin kembali pada ketenangan. Kutarik bantal tidur kesayanganku, ternyata ada sebuah benda yang ikut terjatuh bersamanya. Kuambil dan kulihat. Ternyata, itu adalah frame yang bertempelkan foto kekasihku (mantan kekasih lebih tepatnya) aku begitu menyayanginya hingga aku tak bisa menerima keadaan bahwa hubungan kita telah berakhir. Kupandangi sejenak foto itu. Tak terasa, air mataku sudah menumpuk di pelupuk mata dan telah membuncah keluar. Kenangan itu pun kembali. Kenangan saat pertama kali aku bertemu dengan Gaga, mantan yang sangat aku sayang hingga detik ini. Juga kenangan saat kami PDKT, jadian, hingga berakhir. Begitu indah semua itu dengan diselingi kata-kata dan janji yang selalu terucap dari bibir Gaga.
Kami bertemu saat acara LDKS Kota yang tak kusangka. Dia begitu tampak sempurna dan spesial di mataku. Memberiku rasa nyaman terdalam. Kami saling mencintai, hanya karena ada sedikit kesalah fahaman antara mama Gaga akan hubungan kita yang membuat ini semua berakhir.
Terdengar ketukan pintu kamarku yang memecah lamunan dan tangisanku. Segera kuhapus air mataku dan mencoba memperbaiki keadaan seolah tak terjadi apa-apa. “Dek, kamu kenapa sayang?” Ternyata kakakku lah yang masuk. Kakakku adalah tempatku berbagi tawa dan air mata, jadi sepandai apapun aku menyembunyikan sesuatu darinya akan ketauan juga. Belum sempat ku menjawab “Gaga lagi ya?” Sontak aku menganggukkan kepala. Kakak membelai kasar rambutku “udah dong, jangan sedih dan terlalu difikirkan. Lagi pula kalian berakhir bukan karena rasa itu hilang kan? Sebuah kesalah fahaman yang perlu waktu untuk difikirkan dan diluruskan saja.” Aku hanya terdiam dan terisak “woy, nangis terus. Tuh mata udah kaya mata air aja. Udah deh, mana Brina adek kakak yang selalu ceria? Katanya anti galau” kakak menarik kecil bibirku untuk menampakkan simpul kecil sebuah senyuman. Aku meraih kakakku dan secara spontan memeluknya “Gaga is my first love. Di antara mantan-mantanku hanya dia yang bisa membuatku mengerti arti cinta dan kasih sayang kak. Aku gak bisa lupain dia. Usaha move on ku gagal.” Aku menangis sejadi-jadinya di pundak kakak. “Kakak ngerti perasaanmu dek, tapi ya jangan galau terus dong. Jangan selalu dilampiasin dengan nangis. Cari tempat tenang dan indah aja biar bisa refresh otak sekalian. Kamu jadi makin jelek deh, kebanyakan nangis. Senyum dong.” Aku ingin segera beristirahat, maka itu aku berusaha sedikit tersenyum walau berat agar kakak segera meninggalkanku. Kakak pun pergi. “Makasih kakak terhebat” tak lupa kuucapkan itu sebelum kakakku berlalu dari kamarku. Aku sangat lelah, maka itu tak butuh waktu lama aku pun terlelap.
Esoknya sepulang sekolah aku menuju ke kolam memenuhi janjiku pada Zaza. Tampaknya Zaza belum datang. Aku pun memilih duduk di atas tribun sambil menikmati hembusan angin dan menatap ombak kecil pada kolam yang memberiku ketenangan tersendiri. Tak terasa, hayalku pun terbang jauh. Aku melamun. Hingga ada seseorang mengagetkanku “Brina!” Sontak aku memekik. “Kaget tau Za.” Ucapku lirih tak bersemangat. “Lagian kamu sih ngelamun aja. Gaga lagi ya? Bosen tau. Move on dong!” Ucap Zaza dengan suara menggebu tapi terdengar sedikit mengejek. “Susah” sahutku singkat. “Makanya ikutan anak-anak kolam liburan ke Pantai Pasir Putih Situbondo yuk. Lumayan menghibur diri dan merefresh otak sejenak. Coba melupakan Gaga dengan bersenang-senang selama 3 hari 2 malam” mendengar ucapan Zaza aku ingat saran kakak malam itu. “Gimana? Mau coba ya? Ini juga yang aku bilang penting ke kamu. Aku gak mau kamu larut dalam kesedihan terlalu lama” sambung Zaza. “Oh yaa? Ciyus?” Godaku pada Zaza. “Iya deh aku mau. Makasih sahabatku tercinta. Udah mau mikirin aku” aku mencoba tersenyum dan mengacak-acak rambut Zaza.
Tiba waktunya. Ku genggam foto Gaga dihadapan Zaza sebelum keberangkatan. “Apaan tuh?” Tanya Zaza. Setelah Zaza tau yang aku bawa foto Gaga, foto itu pun diambilnya. “Hellow, gimana mau move on kalau fotonya aja masih kamu bawa-bawa.” Aku pun terdiam “udah tinggal aja”. Zaza berkata sambil meninggalkan foto itu di meja dan menarikku menuju rombongan. Aku menatap foto itu dari kejauhan.
Kami tiba sore hari, aku pun langsung menuju dermaga menanti sunset. Benar saja. Pemandangannya begitu indah. Aku pun begitu terpana menyaksikannya. Ingatanku kembali pada Gaga. Air mataku tak terasa kembali mengalir membawaku dalam sebuah lamunan. Hingga aku baru sadar saat hari mulai gelap dan Zaza sudah berada di sampingku. “Udah nangisnya? Udah ngelamunnya? Enak ya, sampe disini ada orang ngomong dikacangin” gerutu Zaza dengan manyun. “Hehehehe, maaf ya Zaza. Aku gak bermaksud. Aku hanya berhayal dan kefikiran…” belum selesai ku bicara Zaza memotong “Gaga? Boseeen. Inget ya, kamu kesini buat seneng-seneng dan berusaha lupain dia!” Cerocos Zaza panjang lebar. “Duh, iya-iya. Ya udah kamar yuk.” Alihku agar omongan Zaza berhenti. Kami beristirahat.
Pukul 3 pagi Brina sudah keluar jalan-jalan di dermaga menikmati indahnya bintang tersambung menjadi sebuah rasi yang sangat indah. Tiba-tiba rasi itu berubah menjadi wajah Gaga. Brina ingin kembali menangis, tapi ada sepasang tangan yang dengan erat menutup mata Brina. “Tebak sapa aku?” Suara pemilik tangan itu terdengar. “Zaza?” Tangan itu mengendor dan terlepas. “Ini aku Yidan. Ngapain disini sendiri? Dari kemarin aku lihat kamu murung terus dan menyendiri.” Yidan duduk di sebelahku. Baru aku mau menjawab. “Aaahh, Gaga kan? Udah tau udah basi dan udah bosen!” Aku pun kaget “kok kamu tau?” Tanyaku. “Seluruh anggota kolam tau lah. Mereka pun menyayangkan berakhirnya hubungan kalian. Tapi, udah dong jangan dipikir. Kita have fun aja yuk” ajak Yidan. Brina kembali termenung, tanpa sadar ia menyandarkan kepalanya pada pundak Yidan. Yidan mengusap lembut rambut Brina. Yidan berkata dalam batin “coba kamu lihat aku disini Brina. Ada aku. Aku sayang banget sama kamu. Tapi aku selalu tersingkir oleh mereka yang menyayangimu dan berada di sekelilingmu.”
Cukup lama mereka berkelana pada lamunan dan batin mereka masing-masing. Hingga Brina yang menyadari Yidan ikut melamun “kok kamu jadi ikutan ngelamun sih?” Yidan pun tergagap “gak papa kok.” Yidan meraih tangan Brina dan diletakkannya pada pipinya. Mereka pun saling bertatap dalam. “Brina, lupakan dia. Aku janji akan membantumu dan menghiburmu saat kamu sedih dan kembali kefikiran Gaga. Aku akan berusaha menjadi penghapus perihmu.” Tanpa sadar Yidan mengatakan ketulusan itu pada Brina. “Makasih Yidan, kamu memang selalu baik padaku.” Brina mengusap pipi Yidan lembut dan tanpa sadar memeluk Yidan. Brina mulai kembali sedikit terisak. Yidan yang mendengarnya langsung mengambil posisi dan berbalik dia yang kini menyentuh dan menghapus air mata pada pipi Brina. “Heh cengeng, udah dong nangisnya. Nangisin apa lagi sih, kurang nih janjiku? Kalau nangis gini jelek ah.” Kata Yidan “aku terharu” jawab Brina. Yidan mencubit genit pipi Brina “udah yuk, udah mulai terang. Pantai yuk main air” Yidan menarik lembut tangan Brina. Mereka bermain air bersama hingga kini Brina dapat melupakan Gaga sejenak.
Sore hari tiba. Brina dan Yidan yang lelah bermain seharian beristirahat di dermaga sambil menunggu sunset. Yidan tidur pada pangkuan Brina. Hingga tatapan mereka bertemu. Yidan yang sudah tak tahan mengungkapkan rasanya pada Brina berdiri. Yidan pun meminta Brina untuk berdiri. Diraihnya tangan Brina dan digenggamnya erat. “Brina, aku sudah lama memendam ini padamu. Aku ingin jujur, aku tau mungkin kamu gak bisa beralih dari Gaga secepat ini. Tapi aku ingin jujur. Aku mencintaimu dan aku menyayangimu jauh sebelum Gaga ada. Would you be my girl friend? I’m promise I’ll keep your heart and never hurting it.” Brina terkejut mendengar pernyataan Yidan. Brina menangis antara terharu dan dilema. “Makasih udah selalu ada buat aku Yidan, makasih kamu mau menjadi penghapus perihku. Bukan aku menolak, tapi aku masih perlu terbiasa dengan hadirmu menggantikan posisi Gaga. Aku pun masih belum bisa sepenuhnya melupakan Gaga. Tapi jujur aku mulai merasa nyaman berada di dekatmu. Buat aku merasa lebih nyaman lagi, buat aku terbiasa bersamamu. Maka aku akan sepenuhnya menjadi milikmu.” Brina memeluk Yidan erat. “Aku janji akan berusaha untuk itu Brina. Aku menyayangimu. Aku tak akan pernah melepasmu.” Yidan mencium kening Brina dan memeluknya erat. Kisah mereka disaksikan oleh sunset yang tampak begitu indah sore itu. Anginpun berhembus iri.
Cerpen Karangan: Natasya Shyabrina Vara Gunawan
Dikutip : http://cerpenmu.com/cerpen-romantis/penghapus-perih.html

0 komentar:

Posting Komentar