Maafin Aku

Senin, 19 November 2012

Bagian 8
Maafin Aku
Siang ini perutku begitu lapar. Karena insiden pagi tadi aku tidak sarapan, ibu jadi marah dan tidak memasak apapun untukku. Bahkan sedari aku pulang sekolah tadi ibu enggan bicara denganku.
“Buk, makan pake apa?” tanyaku basa-basi karena didapur tak ada satupun makanan, bahkan nasi pun tak ada.
“Buuukk…” panggilku lagi karena ibu tak menjawab pertanyaanku dan masih asyik dengan sinetron yang ditontonnya.
“Buuk.. marah ya?” kataku yang kemudian duduk dan memeluk ibuku.
“Besok ibu nggak mau bikin sarapan lagi kalau kamu kayak tadi pagi..”
“Iya buk, maaf. Tadi Avi buru-buru.”
“Sekarang kamu berubah.” Kata ibu yang tak kunjung padam dari amarahnya.
“Berubah?? Berubah gimana?? Avi ngrasa sama aja tu buk.”
“Sekarang bandel. Suka berangkat siang. Nggak pernah sarapan. Tidurnya juga larut. Suka maen. Pulang sore. Berani bantah omongan ibuk” jelas ibu yang sepertinya memojokkanku.
Aku hanya diam karena aku juga merasa omongan ibu itu ada benarnya juga. Kalau diakui, sekarang aku memang terlihat berbeda.
“Cowok kamu siapa sekarang?”
Aku terkejut mendengar pertanyaan ibu yang sepertinya tahu kalau aku udah putus sama Doni.
“Ngaku aja, ibuk pengen tau.” Kata ibu yang mematikan televisinya dan kemudian memandangku.
Aku berfikir dan terdiam sejenak sebelum akhirnya aku memutuskan untuk menjawabnya. “Namanya Resza buk. Kakak kelas Avi. Sekarang kelas 12 bahasa.”
“Dia bukan cowok baik-baik kan?”
“Hah? Baik kok. Siapa bilang” kataku yang mulai membela Resza.
“Doni udah cerita semuanya. Soal kamu dan pacar kamu. Kamu berubah. Kamu sekarang udah nggak bener!” kata ibu yang kini mulai marah padaku.
“Apaan sih buk? Resza nggak kayak gitu kok! Dia baik!”
“Kamu nggak usah sok bela dia!”
“Emang dia nggak kayak yang ibuk omongin kok!”
“kamu bisa liat dia. Dari kelasnya aja cuma jurusan bahasa!”
“Terus?? Nggak semua anak bahasa itu nggak pinter dan nggak bener!”
“Ibuk nggak suka sama dia!”
“Tapi Avi suka sama dia!”
“Avii…”
“Ibuk itu jangan percaya Doni buk! Dia cuma cemburu aja ngliat aku sama Resza!”
“Pokoknya ibuk nggak suka! Ibuk pengen kamu putus sama dia! Ibuk nggak mau lagi ngliat kamu pacaran sama dia!”
“Apa-apaan sih? Nggak segampang itu buk aku putus sama dia!”
“Kamu pilih ibu apa dia?!” kata ibu yang semakin membentakku.
“Ibuk itu egois!”
Aku bener-bener nggak habis pikir dengan jalan pikiran Doni. Apa yang dia inginkan. Apa maksud dari semua ini. Bukan begini caranya untuk menghancurkanku dengan Resza.
Aku segera berlari ke kamarku meskipun terdengar suara ibu yang memanggil namaku dengan begitu kasar.
“Avi.. sini kamu!! Udah mulai kurangajar sama ibuk kamu sekarang!!”
Aku tak menghiraukannya dan segera membanting pintu kamar. Aku begitu kecewa dan nggak habis pikir dengan Doni. Apa yang ia mau, apa yang ia rencanakan. Bukan begini cara dia menghancurkan kami, bukan begini pula cara dia bersaing.
_--*--_
Senja kali ini aku meminta Yessi datang menemaniku di bukit Bintang. Tempat dimana aku biasa mencurahkan semua isi hati yang sedang aku rasakan. Tempat yang juga selalu bisa mengembalikan keceriaan dan semangat setiap kali aku merasa mulai lelah.
“Kenapa sayaaang??” tanya Yessi yang kemudian memelukku setelah dia datang.
“Kamu kenapa?? Lagi sedih?” tambah Yessi karena aku terdiam untuk menenangkan suasana hati yang sedari tadi belum kunjung sembuh.
“Doni Yess..” jawabku yang kemudian melepaskan pelukan Yessi.
“Doni kenapa?”
“Dia  cerita sama ibuk kalau Resza bukan cowok baik-baik.”
“Apa?? Terus gimana?”
“Ibuk nggak suka sama Resza. Dan minta aku buat putus?”
“Aduh Vil. Kok Doni kayak gitu sih. Terus gimana?”
“Tadi siang ibuk marah besar Yess” kataku yang kemudian menangis karena menahan amarahku.
“Aduh. Udah Vil. Jangn nangis. Udah. Udah. Mending sekarang kamu tenangin diri kamu dulu. Udah sayanng, jangan nangis lagi”
“Aku heran aja Yess. Apa yang Doni mau.”
“Dia kan masih suka sama kamu Vil. Mungkin dia pengen kembali sama kamu.”
“Nggak gini Yess caranya.”
“Udah. Mungkin dia kepepet. Terus kamu sama Resza gimana sekarang?”
“Aku nggak berani bilang sama Resza masalah ini. Aku nggak mau dia tahu.”
“Yaudah. Udah dong jangan nangis. Aku bakal bantuin kamu. Udah sekarang kamu tenangin diri dulu. Abis itu pulang. Entar kamu dicari ibu kamu. Ya…”
“Iya. Makasih ya Yess udah nemenin aku disini.”
“Biasanya juga gimana. Udah jangan nangis lagi. Yuk..”
Sampai dirumah aku hanya berjalan dan tanpa menyapa ibu yang kelihatannya sedang mengajari Ayu, adikku, belajar matematika di ruang depan. Disisi lain, sepertinya ibu juga tak menggubrisku yang baru saja pulang. Langsung saja aku mengambil handuk dan mandi sebelum udara benar-benar dingin. Maklum, udara di Jogja memang dingin, apalagi kalau malam.
1 mesagge from Doni. etiap sore disini. Hidup kami mh membuatku yakin satu hal untuk selalu menunggumu, disini.ang,begitu aku membuka ponsel selesai aku mandi. Mau apa dia?! Tanyaku yang kemudian berbaring ditempat tidur bersama laptop kesanyanganku.
1 message from Doni
PENGHIANAT!!!
Apa-apaan ini. Apa maksudnya. Apa yang ia inginkan. Aku enggan membalasnya karena aku nggak mau ada masalah yang dateng lagi. Masalah sama ibu aja belum kelar, udah mau nambah.
1 message from Doni
Navila. Dasar penghianat! Kamu nggak punya hati! Meskipun kamu pinter tapi hati kamu itu mati! Fuck.


1 message from Doni
Dasar penghianat! Kalau ada masalah aja larinya ke aku, sekarang? Berpaling sama orang lain. Dasar cewek nggak punya hati. Selama ini aku udah lakuin apa aja sama kamu! Fuck

Reply
Apa sih Don? Nggak usah cari masalah!
Send

1 message from Doni
Penghianat! Kamu nggak ngrasain yang aku rasain! DIKHIANATI!

Reply
Terus? Apa yang kamu mau sekarang?? ok maafin aku Don kalau aku salah!
Send

1 message from Doni
PENGHIANAT! Awas kamu! Jangan harap kamu lepas dari aku.

_--*--_
“Heh kenapa?” tanya Resza yang melihat wajah kecutku pagi ini.
Aku enggan menjawab, dan terus berjalan meninggalkan hall depan SMA Cenderawasih.
“Heh kok diem aja?” tambah Resza.
“Kamu kenapa?” tanya Resza yang terus mengejarku.
“Navila.” Katanya yang kemudian menarikku dan menahanku untuk berhenti.
“Kamu kenapa?” tambahnya yang kini memandangiku.
“Aku nggak kenapa-napa” jawabku sambil memalingkan pandanganku.
“Kamu kenapa?”
“enggak”
“Ada masalah?”
“Enggak.”
“Yaudah, entar kita pulang bareng.”
“Aku mau rapat” kataku yang kini memandang Resza.
“Aku tungguin. Ya..”
“Nggak usah” jawabku dan berusaha melepaskan tanganku dari Resza.
“Navila…”
“hmm.. iya.”
“udah jangan cemberut gitu” kata Resza yang melepaskan tangannya yang sedari tadi menggenggam tanganku.
Aku beranjak pergi meninggalkan Resza yang sepertinya menghawatirkan keadaanku. Setelah aku duduk dan meletakkan tas pada loker yang kosong, Doni datang menghampiriku.
“Penghianat!”
“Apa sih Don maksud kamu! Dasar orang gila”
“Aku emang gila. Dan kamu tau kenapa? Karna kamu! Cewek brengsek!”
“jaga mulut kamu ya Don!” triakku yang kini reflek berdiri.
“Emang gitu kan. Cewek brengsek!”
“kalau aku brengsek, ngapain kamu masih disini? Udah sana pergi! Jangan deket-deket cewek brengsek!”
“kamu kira aku bakal nglepasin kamu gitu aja. Enak aja.”
“Maksud kamu apa? Hah?”
“Inget ya. Aku bakal bales semuanya!”
“Silakan. Aku nggak takut.”
“Camkan baik-baik gadis brengsek.”
Doni berpaling meninggalkanku. Aku merasa semua beban kini begitu berat. Aku terduduk lemas. Doni begitu membeciku. Apa yang harus ku perbuat?! Aku lelah.
Pulang sekolah Resza betul menungguku sampai rapat KAR (Kelompok Amaliah Remaja) yang diadakan Doni sebagai ketua KAR selesai.
“Udah??” tanya Resza yang mengusap-usap kepalaku.
Aku hanya mengangguk dan tersenyum tanda aku mengiyakan pertanyaan kekasihku itu.
“Kerumahku aja yuk.” Ajak Resza menawariku.
“Ya udah”
Resza kemudian mengenggam tanganku dan mengajakku pergi mengambil sepeda motor kami di parkiran depan. Di belakang aku melihat ada Doni yang mulai memperhatikanku yang bersama Resza. Disini aku merasa ada yang aneh. Aku merasa ada yang salah dariku, juga Doni. Dia tak lagi memandangiku sinis seperti tadi pagi, tapi dia seperti memandangku dalam-dalam. Aku yakin ada suatu hal yang ia pikirkan, entah. Tapi yang ku tahu saat ini, aku merasa bersalah. Hingga akhirnya kulepaskan tanganku dari genggaman Resza yang terus berjalan disampingku.
“Kenapa dilepas?”
“Em aku mau sms ibuk dulu, ngabarin kalau aku pulang telat” jelasku sambil mengambil ponselku pura-pura.
“yaudah yuukk…”
Setelah Resza mengeluarkan kunci rumah yang ia taruh disalah satu pot bunga depan rumahnya, ia segera membukanya dan mengajakku masuk.
“Mau minum apa sayang?” tanya Resza sambil meletakkan tas dan sepatu yang ia kenakan tadi.
“Nggak usah. Tadi aku udah minum”
“Tapi aku haus sayang”
“Yaudah sana minum”
“berdua ya.” Kata Resza sambil memberikan gelas berisi air putih itu kepadaku.
“Aku nggak haus Resza..”
“Navila, kamu itu harus banyak minum. Ayo minum”
Karena Resza memaksa akhirnya aku meminum air putih itu. Meskipun hanya 1 tegukan tapi itu cukup membuat Resza lega dan dia pun meminum sisanya.
“kamu kenapa tadi pagi? Dateng-dateng mukanya udah ditekuk” tanya Resza.
“Enggak kenapa-napa”
“Bohong”
“Beneran.”
“Ada masalah?”
“Enggak kok sayang”
“Doni gangguin kamu?”
Aku terkejut lalu memandangnya yang sedari tadi tak memalingkan pandangannya dari wajahku. “Enggak. Bukan. Enggak, dia nggak gangguin aku” lanjutku.
“Kalau kamu diganggu dia, kamu bilang Navila.”
“Enggak kok. Kamu nggak usah khawatir.”
“Gimana aku nggak khawatir liat kamu murung kayak gitu”
Aku  hanya tersenyum mendengar Resza yang mengkhawatirkanku.
“Kamu laper enggak sayang?” tanya Resza yang mulai memelukku dari belakang.
“Heem. Laper banget”
“Kita makan yuk..”
“Pake apa?”
“Kamu pengennya apa?”
“Eh tapi ini kan udah sore, aku harus pulang.”
“hemm.. yaudah deh lain kali aja. Eh tapi pulangnya bentar lagi ya. 15 menit, ya”
“uh keburu sore.”kataku sambil mencubit hidungnya.
“Ntar aku anterin.”
“Males” candaku sambil senyum-senyum dipelukan Resza.
“Hah? Males?” kata Resza yang kemudian melepaskan pelukannya.
“Ih kok dilepasin?”
“Abis tadi katanya males! Yaudah sana pulang aja sama cowok lain”
“ih bercanda Resza..”
“Bercanda.. bercanda.. kan aku lagi nggak bercanda sayang”
“Iya-iya maaf. Peluk lagi dong, haha..”
“Iya. Iya sayang.”
Sejenak kami hanya berpelukan dan saling memandang. Tanpa melakukan dan membicarakan apapun. Yang kami inginkan saat ini hanyalah kami ingin selalu bersama. Kami tak ingin dipisahkan satu sama lain. Apapun alasannya.
“Sayang. Udah ah aku mau pulang” bisikku pada Resza dan memintanya melepaskan pelukannya.
“Entar aja..”
“Udah sore, entar ibuk nyariin.”
“Hemm, aku masih kangen sama kamu”
“Besok kita main lagi.. kapan-kapan.”
“Serius?”
“Iya.”
“Yaudah. Tapi cium dulu..” goda Resza yang mulai ingin bercanda denganku.
“Cium itu mahal”
“Sekali aja. Buat perpisahan..”
“Besok kan masih ketemu”
“Buat topic smsan kita entar malem, haha”
“Jadi ciuman cuma buat topic aja?!”
“Enggak sayang. Bercanda kali. Buat aku inget-inget ntar malem kalau mau tidur.”
“Besok aja deh ciumnya, ini keburu sore.”
“yaudah kalau gitu. Aku juga nggak mau nglepasin kamu.”
“Resza.. keburu sore tau nggak”
“Terserah”
“Resza…”
“Navilaa…”
“Resza…”
“Sekali aja.. ya..”
Aku pun menuruti permintaan Resza karena itu sebagai syarat buat dia nglepasin pelukan itu. Tapi, ini memang momen yang nggak kalah juga sama momen-momen special yang lain yang pernah kami lalui sejak kebersamaan kami.
“hati-hati ya sayang pulangnya.” Pesan Resza sambil mencium keningku seperti biasa. Aku hanya mengangguk dan segera pulang.













0 komentar:

Posting Komentar