Bagian 9
Apapun itu, Maafin aku
Siang ini aku
merasa begitu lelah. Terik mentari juga membuatku begitu haus, itu alasannya
kenapa aku harus pulang lebih awal dari biasanya.
“Haduh..
capek banget” teriakku begitu memasuki ruang tamu setelah aku sampai dirumah.
“Lho kok
tumben udah pulang mbak” sapa adikku, Ayu, yang sedang bermain Barbie di depan
tv.
“Iya. Ibuk
mana?”
“Itu didapur”
“Masih marah
ya?” tanyaku yang berjalan menuju dapur tanpa ganti baju terlebih dahulu.
“Udah pulang?”
sapa ibu yang benar-benar membuatku kaget sesaat setelah aku mengambil air
putih dari dalam kulkas.
“Oh. Iya buk.
Avi capek banget, jadi langsung pulang.”
“Yaudah ganti
baju sana. Abis itu makan. Itu ibuk masak ayam goreng kesukaan kamu.”
“entar aja
deh gantinya. Avi tu laper banget..”
“yaudah sini
makan dulu.” Kata ibu yang menarikkan kursi untukku.
“Mau pake
apa?” lanjut ibu setelah mencentongkan sepiring nasi untukku.
“Ayam, itu
apaan buk?”
“Itu sayur
asem, kamu mau?”
“Hah? Sayur?
Hih nggak deh buk..”
Aku memang
begitu anti dengan sayur. Sedari kecil aku memang tak pernah makan sayur, maka
dari itu selalu tersedia buah-buahan didalam lemari es untuk mengganti sayur
yang seharusnya aku makan untuk menjaga kesehatanku.
Belum usai
aku menghabiskan makanku siang ini, ponselku sepertinya terdengar nada pesan
masuk.
“Dek Ayu,
tolong ambilin hp mbak Avi dong” teriakku meminta bantuan adikku mengambil
ponsel itu.
“Dimana?”
“Di kamar, di
meja deket laptop.”
1 message from Doni
Aku tahu, aku bukan yang terbaik
buat kamu.
Reply
Apa sih Don? Nggak usah mellow
gitu.
Send
1 message from Doni
Meskipun aku tahu kalau aku nggak
dihati kamu lagi, tapi aku pengen kamu tahu kalau kamu slalu dihati aku
Reply
Apa sih Don? Jangan gitu deh
Send
1 message from Doni
1 hal, makasih udah nglakuin
semua ini sama aku. Aku harap kamu bahagia sama dia. Met siang Navila.
Reply
Walalupun kita nggak ada apa-apa
lagi, tapi aku masih pengen kita temenan, sahabatan Don. Aku mau jadi bagian
dari hidup kamu.
Send
1 message from Doni
Aku nggak mau nyiksa diriku
sendiri Navila, lupain kamu itu lebih baik. Udah ya, selamat tinggal Navila.
1 hal yang
membuatku kini begitu lemah. Membuatku sadar akan semua yang telah aku lakukan
selama ini. Apa yang kamu lakukan
Navila?? Sejahat itukah kamu?? Apa yang kamu lakukan sama orang yang
bener-bener tulus sama kamu?? Dimana hati kamu Navila?! Setelah sekian lama
aku bersandiwara dan membohongi semua orang termasuk diriku sendiri atas
perasaanku, aku baru tahu. Aku baru sadar. Seperti aku baru tahu kalau aku baru
saja membuka mataku. Tertutupkah mataku
selama ini? Seketika aku meninggalkan makananku karena aku merasa tak dapat
menelan makanan itu. Ibu yang mulai mendapatiku menangis memandangku
dalam-dalam. Aku tak sanggup. Berlari dan mengunci pintu dikamar aku rasa lebih
baik.
Seperti ada
sesuatu yang selalu berputar dikepalaku. Seperti ada suara yang kini berteriak
menyalahkanku. Semua orang seperti memandangku sinis, memakiku, semua bilang
aku jahat. Aku hampir gila dengan semua ini.
“Navila”
suara itu memanggilku dari balik pintu.
Sambil kuusap
air mata, kutahan isak tangis, aku berusaha bertanya siapa disana sebelum
akhirnya aku membuka pintu.
“Yessi..” aku
mendapati sahabatku yang berdiri khawatir mendengar cerita dari ibu bahwa aku
menangis.
Seketika dia
memelukku erat, dan mengajakku duduk disofa yang ada dikamarku.
“Kamu
kenapa?? Ada apa Navila?”
aku hanya
terus menangis karena aku tak bisa mengehentikannya.
“Heh, kenapa?
Cerita..”
“Yessi.. apa
aku jahat?”
“Jahat? Udah
dong jangan nangis dulu. Tenang, terus cerita.”
“Aku nggak
bisa tenang Yess”
“Navila. Udah
dong. Sekarang kamu tenang, tarik nafas terus buang perlahan, tenang.”
Aku berusaha
mendengar apa yang Yessi bilang, dan benar aku dapat melakukannya.
“Udah?? Jahat
kenapa? Kamu baik kok”
“Doni..”
“Aku tahu apa
yang Doni pasti lakuin ke kamu.” Kata Yessi yang kini tertunduk didepanku.
“Ini resiko
kamu Navila.” Lanjut sahabatku itu.
“Apa yang
harus aku lakuin Yess? Aku udah berusaha ngajak dia baikan,tapi, dia menolak.”
“Karena dia
bener-bener sayang sama kamu Vil. Kamu bilang gitu karna kamu nggak diposisi
dia. Dia pasti sedih dan kecewa sama kamu Vil. Wajar kalau dia nglakuin itu”
“Tapi aku
nggak mau musuhan sama dia. Aku mau jadi sahabatnya buat nebus semua
kesalahanku.”
“Nggak
semudah itu. Kamu nggak tahu posisi dia Vil.”
“Lalu? Apa
yang harus kulakukan?”
“Melupakan dia,
itu juga akan lebih baik buat kamu Vil”
“Nglupain dia
Yess?”
“Iya Vil.
Jangan beri harapan kosong sama dia. Itu jauh buat dia akan kecewa”
Aku hanya
diam, apa mungkin aku melakukan semua
ini?! Aku harus meninggalkannya dalam keadaan seperti ini. Apa itu mungkin?
“Percayalah.
Jangan ganggu dia lagi Vil. Itu akan lebih baik” lanjut Yessi yang meyakinkanku
untuk melakukan hal keji ini.
Memikirkan
hal ini benar-benar membuatku merasa akulah orang terjahat dimuka bumi ini. Doni, maafin aku.
Resza yang
mendengar semua cerita dari Yessi tadi siang membuatya datang kerumah malam
ini. Ini untuk yang pertama kalinya dia berani berkunjung kerumah setelah
hubungan kami berjalan selama 3 bulan. Ketika ibu mengetok pintu kamar dan
memberi tahu bahwa ada yang mencariku, aku langsung kaget. Aku sudah menduga
itu Resza. Ini bakal jadi masalah baru.
“Navila..”
panggil Resza ketika aku menemuinya di ruang tamu.
“Kamu ngapain
kesini?” bisikku yang mengajaknya kembali duduk.
“Yessi udah
cerita, kamu..”
“aduh mending
kita ketemu diluar aja deh..” potongku.
“Emangnya
kenapa?”
“Soalnya..”
ketika aku belum selesai berbicara ibu datang dengan membawa 2 gelas lemon
kepada kami.
“Ini
minumnya.. ayo diminum..” kata ibu sambil meletakkan gelas tersebut pada meja
ukir dihadapan kami.
“Eh iya
Tante..” jawab Resza senyum-senyum sambil memandangku sesekali.
“Eh malem
Tante, nama saya..” sapa Resza yang segera mengulurkan tangan pada ibuku.
Sesegera
mungkin aku memotong perkataan Resza sebelum ia menyebutkan siapa dia.
“Ini namanya
Nico buk.. temen sekelas Avi” kataku pada ibu yang juga segera menjabat tangan
Resza.
Resza
langsung memandangku dengan penuh tanda tanya, aku yakin itu pasti yang akan
dia lakukan. Resza hanya tersenyum dan mengikuti permainanku.
“Eh buk, kita
keluar dulu ya.” Izinku untuk segera mengakhiri permainan ini sebelum terlalu
jauh.
“Lhoh mau
kemana?”
“Kita mau
ngerjain tugas dirumah Yessi buk”
“Yaudah tapi
diminum dulu. Ayo diminum nak Nico, kamu juga Vi..”
Aku dan Resza
buru-buru menghabiskan minuman itu sebelum akhirnya kami pergi kebukit bintang
tempat kami biasa menikmati senja.
Dalam
perjalanan dan sampai kami duduk berdua dibukit ini aku tahu Resza marah dengan
yang kulakukan tadi. Kami diam. Tak satupun dari kami mencairkan suasana. Aku
menyandarkan kepalaku dibahu kiri Resza yang sedari tadi hanya memandangi
bintang yang tak begitu banyak.
“Resza..”
Resza hanya
diam dan terus menatap langit yang tak begitu terang.
“Aku tau kamu
marah, aku Cuma..”
Aku terdiam
sejenak.
“Resza.. “ lanjutku
ketika Resza mulai memelukku.
“Ada apa sayang?
Hem?” tanya Resza.
“Maafin
aku..”
“Udah ah,
lupain aja. Aku tahu posisi kamu, udah ah..”
“Resza.. aku
ini jahat. aku jahat Resza”
“Udah. Yang
penting kamu udah usaha. Kamu masih inget kan kalau aku itu bakal selalu ada
buat kamu? Buat nglindungin kamu?”
“Kamu itu
satu-satunya alasan kenapa aku bisa senyum, kamu jangan tinggalin aku ya
sayang”
“Aku sayang
sama kamu Navila, apapun itu, aku hidup Cuma buat kamu”
Resza.
Satu-satunya yang benar-benar membuatku tetap bertahan. Satu-satunya yang
memberi warna dalam hidupku.
“Eh sayang,
kita disini sampai besok pagi yuk” ajak Resza menawariku.
“Hah? Besok
pagi? Terus mau ngapain?”
“Kita
nikmatin waktu aja. Kan jarang-jarang kita nglakuin ini.”
“Terus nggak
tidur dong? Kan aku ngantuk”
“Ya tidur aja
kalau ngantuk. Aku jagain kamu sayang.”
“Disini?”
“Iya. Aku
jagain kamu sayang”
“Kamu nggak
tidur?”
Resza
tersenyum. “Enggak. Buat malem ini aku pengen jagain kamu tidur. Ya?”
“Tapi kan
Za..”
“Sekali ini
aja. Ya?? Aku lagi kangen sama kamu sayang.”
Aku
mengiyakan permintaan Resza malam ini untuk tetap tinggal disini.
“Kita matiin
hp yuk..” ajak Resza setelah mendengar hpnya bordering tanda sms dari Bayu,
teman sekelasnya.
“Kenapa?
Entar kalau ada yang sms gimana?”
“Biarin.
Pokonya aku mau malam ini nggak ada yang ganggu kita.”
“Oke deh
siapa takut..”
Kami berdua
sepakat untuk me-non-aktifkan hp malam ini.
“Navila..”
“Hem?”
“Aku sayang
banget sama kamu”
“Hahaha..
Terus?” tanyaku geli.
“Aku nggak
mau pisah sama kamu, aku nggak mau”
“Aku juga
nggak mau”
“Navila..”
“Apa sayang?”
“Kamu mau
nggak janji 1 hal.”
“Apa?”
“Kamu nggak
bakal ninggalin aku, kamu nggak bakal lupain aku.”
“Tanpa kamu
minta”
“Navila..”
“Apa lagi sih
sayang?” jawabku yang kini melepaskan pelukannya dan memandanginya.
“Aku sayang
sama kamu”
“Hahaha..
iya-iya. Tadi kan juga udah bilang.”
“Hehe nggak
tau ni pengen bilang ini terus, eh makasih ya, udah mau temenin disini malem ini”
“Apa sih yang
nggak buat pacar aku yang paling ganteng ini?? Hem?”
“Ih centil
banget ni, dasar”
“Centil. Tapi
suka kan?”
“Aku sayang
sama kamu, pokoknya aku sayang sama kamu.”
“Ih udahan
deh. Bosen denger itu mulu. Resza, aku ngantuk”
“Yaudah sini
aku pangku, kan biasanya anak manja nggak bisa tidur kalau nggak pake kasur”
“Ih, kok
malah ngejekin sih?!”
“Hehe
enggak-enggak sayang. Sini..”
Aku tidur dan
bersandar dipangkuan Resza. Malam ini adalah malam terindah selama aku hidup.
Selama aku didunia yang melelahkan ini. Serasa aku akan tidur dalam ketenangan.
Dengan sesuatu yang akan membuatku yakin kalau dia pasti menjagaku.
“Resza..
makasih ya.”
“Udah-udah.
Bobok sayang.. besok aku bangunin pagi-pagi.”
Resza
mengantarkan tidurku dengan ciumannya dikeningku sepanjang malam ini. Aku sayang kamu Resza.
_--*--_
“Sayang..”
sentuhan itu dengan lembut menyentuh pipiku.
“Sayang.. ayo
bangun”
“Sayaang….”
Panggilnya lagi.
Perlahan
kubuka mata yang masih begitu berat.
“Sayang, ayo
bangun”
“Aku masih
ngantuk..” jawabku yang belum kunjung beranjak dari pangkuan Resza.
“Eh, udah
subuh ni..”
“Ehhm bentar
lagi..”
“Heh
sayang..” panggil Resza berusaha membangunkanku.
Dengan mata
yang belum begitu terbuka aku mulai bangun dari sandaran di badan kekasihku
itu.
“Heh, ayo-ayo
bangun. Ada yang mau aku tunjukin sama kamu..”
“Apa sih Za??
Kan aku masih ngantuk.”
“Kamu liat
bintang itu nggak??” kata Resza yang menunjuk satu-satunya bintang pagi ini.
“Venus?”
“Iya. Itu
bintang favorit aku.”
“Oh ya?!”
tanyaku tersentak.
“Iya. Kenapa
kaget sayang?”
“Venus. Itu
bintang yang sering ayah lihat, ayah suka banget sama bintang itu. ayah suka
bangun pagi buat bela-belain liat bintang itu Resza.”
“Oh ya?? Sama
dong. Aku suka banget sama bintang itu sayang. Dan, ada 1 hal yang mau aku
omongin sama kamu.”
“Apa?”
tanyaku yang mulai serius dan memandang Resza.
“Sekarang aku
udah kelas 3. Bentar lagi aku ujian”
“Kamu harus
rajin belajar ya, nggak boleh bandel lagi”
“Ssst.. aku
kan belum selesai bicara” potong Resza.
Kemudian ia
melanjutkan “Aku udah nggak bisa kayak dulu lagi”
“Maksudnya?”
tanyaku yang mulai merasa ada yang tidak benar.
“Kita nggak
bisa sering-sering main lagi. Nggak bisa smsan seharian kayak kemarin-kemarin.
Aku mau focus belajar. Aku mau punya NEM yang tinggi.”
“Oh bagus” kataku
kaget yang juga kecewa.
“Kamu marah?”
“Enggak.”
“Heh sayang.
Aku kan belum selesai ngomong, dengerin. Kita bisa tetep barengan, bisa maen,
bisa smsan, Cuma nggak kayak dulu lagi”
“Kan bisa
sambil belajar!”
“Heh. Aku
kalau lagi belajar harus konsen sayang.”
Aku hanya
diam tanpa merespon apapun.
“Lhoh kok
marah. Yaudah deh, yaudah. Aku bakal terus temenin kamu kalau gitu”
“Aku nggak
nglarang kamu buat belajar. Kan bisa sambil smsan. Apa susahnya sih?!”
“Iya-iya. Aku
bakal temenin kamu. Ih yaudah deh ngomongin yang lain aja”
“Aku nggak
mau kamu tinggalin Resza”
“Iya. Aku
nggak akan ninggalin kamu kok. Eh coba deh kamu lihat bintang venus itu”
“Kenapa? Apa
istimewanya sih sampai-sampai banyak orang yang suka sama dia.”
“Lihat aja.
Dia satu-satunya bintang pagi ini.”
“Terus?”
“Dia berani
sendiri kan? Tanpa siapapun.”
“Kamu nyindir
aku?”
“Enggak
sayang. Jangan sensitive dong. Aku Cuma mau nasehatin kamu, meskipun kita
sendirian, tanpa siapapun, tapi kita harus tetap tegar. Tetap bersinar. Kayak
bintang itu.”
“Tapi aku mau
sama kamu terus Resza. Aku nggak mau sendirian.”
“Iya. Aku
bakal sama kamu terus kok.”
“Kamu itu
semangat aku Resza”
“Kamu juga
semangat aku sayang. Kamu tahu nggak? Aku hidup Cuma buat kamu. Aku berjuang
hidup Cuma buat kamu”
“Resza,
apapun yang terjadi sama kita berdua, aku pengen sama kamu terus. Aku nggak mau
pisah sama kamu”
“Iya sayang.
Apapun itu, aku yakin kita nggak bakal dipisahin. Sekalipun iya, aku yakin hati
kita nggak akan dipisahin.”
_--*--_
0 komentar:
Posting Komentar