Bagian 2
So Sweet….
Rerimbunan
pelepah nyiur diufuk barat memaksa mentari redup lebih awal. Menyembunyikannya
dibalik guratan mega bisu tak bersaksi. Angin cukup kencang meniup keringnya
guguran kamboja. Duduk disebuah bangku kecil, dan bersandar. Memandang mentari
yang kini mulai turun. Biasan sinar yang jingga itu membuat langit kini tak
lagi biru.
“Vil. Kenapa
sih kamu suka banget sama senja?” Tanya Yessi, sahabatku yang duduk bersandar
dibahuku.
“Suka aja,
bagus kan?”
“Ada alasan
lain dong pastinya?”
“Kamu tahu
nggak? Sebelum ayah cerai sama ibu, ayah selalu ngajakin aku jalan-jalan kesini
kalau senja.”
“Ups. Sorry
Vil. Aku nggak bermaksud” kata Yessi gelagapan.
“Nggak papa
kali Yess. Dulu itu ayah selalu ngajakin aku kesini buat liat sunset. Kata ayah
tempat ini cukup bagus buat itu. Ayah selalu duduk disini, dan aku..” aku
terbisu sejenak.
“Kamu kenapa
Vil?” tanya Yessi yang kemudian memandangku.
“Dan aku..
selalu duduk dipangkuan ayah. Itu tu hal yang paling aku nggak bisa lupa. Duduk
dipangkuan ayah adalah suatu hal yang paling indah selama aku hidup Yess. Belum
ada hal yang lebih indah yang pernah aku rasain selama ini.”
“Kalau kamu
nggak keberatan jawab. Apa kamu kangen sama ayah kamu?”
“Kangen.
Jelas lah Yess. Aku kangen banget. Udah 6 tahun aku nggak ketemu sama ayahku.
Sejak perceraian itu, ayah pergi dari rumah dan nggak ada kabar lagi.”
“Kamu tahu
dimana ayahmu?”
“Sama sekali
aku nggak tahu Yess.”
“Kenapa kamu
nggak berusaha buat nyari? Aku bersedia buat bantu kamu”
“Jujur. Aku udah
bertekat buat nglupain itu. Buat nglupain ayahku.”
“Kamu yakin?”
“Biarin itu
tu jadi kenangan buat aku”
“Kenapa?”
“Alasan itu cuma
aku yang tahu. Dan aku nggak mau ada orang lain yang tahu.”
Yessi
tersenyum. “Apapun itu, aku pengen kamu kuat ya. Nggak boleh sedih. Nggak boleh
cengeng. Kamu harus yakin dimanapun ayah kamu berada dia pasti juga kangen
banget sama kamu. Suatu hari nanti kalian pasti ketemu dan kumpul lagi. Eh itu
ada sms tuh” katanya sambil menunjuk ponselku.
“Iya, nomor
baru. Siapa ya Yess?”
1 message from
087738701697
Navila :D
Reply
Iya. Siapa ya?
Send
1 message from 087738701697
Aku Andi. Anak 11 bahasa. Aku
pengen temenan sama kamu, boleh kan?
“Andi ? Siapa
sih Yess?” tanyaku pada Yessi.
“Andi?! Wah
itu lho Vil anak 11 bahasa, kakak kelas kita.”
“Yang mana
sih?”
“Yang itu
lho. Ah pacarnya Velista itu lho.”
“Wah yang
itu. Iya-iya aku inget Yess.”
“Sms kamu
ya?”
“Iya nih.
Nggak tahu bisa kenal dan dapet nomerku dari siapa”
“Cieeee…. Ciee Navila”
“Apaan sih
Yess. Bentar aku bales sms dulu.”
Reply
Oh iya Kak Andi. Wah boleh dong
kak. Oh iya, dapet nomerku dari siapa?
Send
1 message from 087738701697
Ada deh. Ceritanya panjang. Besok
aja aku ceritain.
Reply
Hehe. Iya deh kak.
Send
1 message from 087738701697
Minta alamat fb kamu dong dek
Reply
Navila Teguh Pambudi. Di add ya
kak, hehe
Send
1 message from 087738701697
Ok. Lho kok namanya kayak cowok?
Reply
Itu nama lengkapku kak. Teguh
Pambudi itu nama ayahku.
Send
1 message from 087738701697
Kirain nama pacar kamu.
_--*--_
Pagi ini
mentari cepat sekali meninggi. Tidak heran kalau siswa-siswi SMA Cenderawasih
harus berlarian masuk sebelum pintu gerbang di tutup. Memarkir sepeda motorku
di parkiran guru adalah kebiasaanku. Berlari dan berlari sebelum akhirnya
kepsek mengawasi di depan hall masuk.
“Kenapa
datengnya siang?” tanya Doni yang aku rasa sedikit kesal.
“Iya ni Don”
jawabku sambil ngos-ngosan.
“Kenapa sih
kamu?”
“Nggak
kenapa-napa. Kesiangan aja.”
“Lain kali
jangan kesiangan dong.”
“Sorry Don.
Lain kali nggak lagi”
“Berapa kali
kamu bilang gini?”
“Aduh Don.
Aku itu capek. Abis lari tu dari depan.” Jawabku yang masih terus ngos-ngosan.
“Makanya
jangan kesiangan!”
“Iya.”
Jawabku kemudian duduk.
“Kok kamu
duduk sih?! Nggak liat aku lagi bicara sama kamu?!”
“Aduh Don.
Aku itu capek!” nadaku mulai meninggi.
“Kenapa
capek?! Makanya berangkat pagi biar nggak harus lari-lari ngejar waktu!”
“Kok kamu
sewot sih?”
“Jelas lah.
Kenapa kamu bisa kesiangan?!”
“Aku tidurnya
larut Don!”
“Kenapa
larut?!”
“Kamu tahu
kan sekarang ada ulangan?! Ya aku belajar lah”
“Karena
belajar atau pacaran?”
“Pacaran apaan
sih? jangan gila deh kamu.”
“ Alah pasti
kamu tadi malem lagi..”
“Udah. Aku
mau ke perpus.” Potongku dan segera lari ke perpustakaan.
Kebetulan jam
pertama dan kedua pagi ini kosong. Bu Rina harus menunggui anaknya yang sedang
sakit dirumah sakit. Beruntung juga karena nggak ada tugas, jadi aku bisa
berkunjung ke perpustakaan. Bukan untuk belajar, tapi perpustakaan adalah
satu-satunya penyelamatku dari omelan Doni. Aku juga bukan figure seorang siswa
yang cukup rajin, bahkan aku jarang sekali belajar. Meskipun begitu, targetku
untuk menjadi yang pertama disekolah ini tak akan pernah padam. Oh ya dan cuma
di perpus ini dilarang teriak-teriak, jadi Doni nggak mungkin ngomel kayak
emak-emak.
“Navila..”
panggil salah seorang dibelakangku.
“Eh kak
Andi..” aku terkejut setengah mati bertemu kak Andi disini. Bukan lain karena
tadi malam dia sms aku. Sebelum itu aku biasa saja karena aku memang tidak begitu
mengenalnya.
“Kok disini?
Nggak pelajaran?”
“Em enggak
kak. Bu Rina ada urusan. Kakak sendiri?”
“Biasa dek.
Kayak nggak tahu kelas bahasa aja. Kan emang nggak pernah ada gurunya..”
“Hehe. Enak
kak pasti.” Kataku yang memang sedikit canggung.
“Ya gitu deh.
Ayo dek duduk” suruhnya sambil menarik kursi untukku.
“Makasih kak.
Eh ngomong-ngomong kakak kan udah janji buat cerita gimana kakak kenal sama
aku.”
“Oh iya. Ih
penasaran ya?” godanya
“Ih apaan sih
kak. Biasa aja kok”
“Yaudah deh.
Kan Cuma biasa jadi nggak usah cerita” candanya.
“Ih kakak.
Kan udah janji.”
“Katanya tadi
biasa aja..”
“Ih. Kok gitu
sih. Kan udah janji.”
“Iya-iya.
Jangan nangis dong.” Katanya sambil mencubit hidungku. Entah kenapa aku ngrasa
jantungku berdebar lebih kencang. Seketika darahku berhenti mengalir. Baru kali
ini aku merasakan hal seperti ini. Meskipun hubunganku telah terjalin selama 8
bulan dengan Doni, sekalipun aku belum pernah merasakan hal yang sama.
“Apaan sih
kak.” Kataku setelah aku terjaga dari perasaan itu. Sambil kuusap-usap
hidungku, sedikit aku tersenyum.
“Heh sstt…
ini perpustakaan” omel petugas perpus kepada kami.
“Iya maaf
Pak. Tuh gara-gara kamu Navila..” kata Kak Andi.
“Kok aku sih
kak?”
“Hehe.
Bercanda dek. Gitu aja ngambek, ntar cantiknya ilang lho.”
“Apaan.
Yaudah aku ngambek beneran!”
“Iya-iya.
Jadi ceritanya gini.”
Andi Rintoko
“Tahu nggak loe Za, gue punya inceran
baru ni”
“Inceran apa
sih Ndi, cewek lagi?” tanggap Resza dengan gaya santainya.
“Iya dong men…”
tegasku.
“Siapa?”
“Adek kelas
kita. Kelas 10B.”
“10B? pasti loe
kenal gara-gara SPL kemaren.”
“Iya Za”
jawabku sambil membayangkan wajah cewek 10B itu.
“Pantes
semangat banget loe kalau kita kesana. Ternyata ada maunya juga”
“Abis
akhir-akhir ini bawaannya pengen ngliatin dia mulu.”
“Terus Velis
mau gimana?”
“Aduh kan cuma
ngliatin bro”
“Loe cuma
berani ngliatin? Hah?” tantangnya sambil meletakkan gitar diatas meja.
“Gue pengen
kenal juga sebenernya.”
“Yaudah
kenalan sana.”
“Ah nggak
segampang itu kali Za”
“Gue kenalin
deh.”
“Emang loe
kenal?”
“Wah parah
banget loe Ndi. Gue tahu orangnya aja belum.”
“hehehe.
Orangnya tinggi Za. Badannya kurus. Sayangnya agak judes.”
“Yang mana? Coba deh sekarang loe
tunjukin ke gue”
“aduh. Yaudah
ayo keluar. Gue tunjukin” terpaksa lagi-lagi aku harus keluar dari matematika cuma
buat nunjukin cewek itu sama Resza, sahabatku.
“Nah itu tu orangnya” setelah susah payah aku
mencari akhirnya dia muncul juga. Di Perpustakaan.
“Yang mana?”
cari Resza celingukan.
“Itu tu. Yang
duduk deket Doni. Pegang buku.” Tunjukku.
“oh. Yang itu
bukan.” Tunjuk Resza.
“Iya. Tuh
yang lagi senyum”
“Iya. Iya.”
“Loe tahu
nggak namanya?”
“Wah enggak
Ndi. Cuma Gue sering liat dia juga.”
“Cantik kan?”
godaku.
“Lumayan sih
Ndi. Gue juga sering merhatiin dia.”
“Kenalin dong
Za.”
“Sante aja
men. Itu urusan gampang.”
_--*--_
Pagi ini lagi-lagi
aku harus bangun kesiangan dan telat masuk kelas. Padahal jam pertama tadi ada
ulangan bahasa Jepang, wah sial.
“Kemana aja loe
Ndi?” sapa Resza saat aku baru saja masuk pintu.
“Kesiangan
bos” jawabku lesu dan langsung duduk.
“Wah eror. Loe
lupa tadi ulangan Jepang?”
“Gue itu
kesiangan bukan kelupaan!”
“Wuh. Santé
aja dong men.” Jelas Resza dan langsung duduk disampingku.
Tanpa jawaban
apapun dariku karena aku memang sedang kesal.
“Jangan galau
gitu dong Ndi.” Goda Resza sahabatku itu.
“Nggak galau
gimana Za. Gue udah belajar Jepang mati-matian semalem, eh malah kesiangan. Hah
sial.”
“Udah dong. Gue
ada kabar baik ni buat loe.”
“Soal?”
jawabku singkat.
“Mau tahu
nggak?” goda Resza lagi-lagi.
“udah deh
laen kali aja. Lagi males Za”
“bener ni??
Nggak nyesel Ndi?” Lagi-lagi goda Resza usil.
“Bener”
jawabku.
“Yaudah deh.
Padahal ini soal cewek 10B itu. Yaudah aku pergi dulu ya”
“Hah? Soal
cewek itu? Ada apa Za?” tanggapku begitu mendengar Resza bicara soal cewek 10B.
“Katanya tadi
nggak mau. Yaudah gue pergi aja!”
“Za. Jangan
gitu dong. Kan tadi loe nggak bilang kalau soal cewek itu. Sini duduk loe”
“Males” jawab
Resza ngeloyor.
“Za. Nggak
asyik ah loe Za.”
“haha. Sial.
Giliran cewek aja mau nanggepin. Iya, gue cerita deh”
“Yaudah
cepetan.”
“Semalem gue
tanya Doni. Dia bilang cewek itu namanya Tyas.”
“Tyas? Wah.
Terus ada info apa lagi?”
“Yaelah. Gue
baru tanya itu kali Ndi.”
“Yah.. loe
nggak tanya nomer hpnya?” jawabku kecewa.
“Enggak. Ntar
deh gue coba tanyain.”
_--*--_
Entah jodoh
atau apalah. Tanpa disengaja kelas 10B dan kelasku harus sama-sama pelajaran di
perpustakaan siang ini. Dan lagi-lagi, aku bisa melihat Tyas. Iya, namanya
Tyas. Cewek yang selama ini aku perhatiin itu namanya Tyas. Orangnya cantik,
tapi judes. Dia duduk di kursi paling pojok. Sendiri. Nampaknya sedang
mengerjakan sesuatu. Wah, seneng banget bisa liat dia sepuasnya kayak gini.
Tapi sial, lagi-lagi Resza menggangguku.
“Heh, jangan diliatin doang”
“Apaan sih
Za? Ganggu aja loe. Pergi sana. Gue lagi pengen ngliatin Tyas” tegasku padanya.
“Kenalan
sana. Berani nggak loe?” tantang Resza yang suka iseng dan sok berani itu.
“Mintain
nomer hpnya dong Za.” Pintaku.
“Minta sama
siapa? Orangnya? Gue juga nggak berani kali Ndi kalau minta langsung.”
“Nggak sama
orangnya dodol. Sama siapa kek. Doni aja.” Ideku.
“Yaudah ayo
temenin, masak gue sendiri doang.”
“Yaudah
yok..”
“Heh Don.
Sibuk nggak?” tanya Resza pada Doni.
“Enggak.
Kenapa Za?”
“Loe tahu
cewek yang disebelah sana nggak?” tanya Resza sambil menunjuk Tyas yang sedang
duduk membaca buku.
“Tyas?” tukas
Doni.
“Iya.”
Jawabku antusias.
“Itu yang
kamu tanyain semalem kan?” tanya Doni pada Resza tanpa menggubrisku. Sial.
“Iya Don. Aku
minta nomer hpnya ya.” Pinta Resza.
“Ntar aku
kirim” jelas Doni singkat dan langsung duduk kembali seperti sebelum kami
menyapanya.
“ Oke.” Kata
Resza yang kemudian menarikku pergi.
“Sial tu anak
sewot banget” omel Resza.
“Udah biarin.
Yang penting kita dapet nomer hpnya.” Hiburku.
“Kita? Loe
kali Ndi.”
“hehe. Iya
sih. Thanks ya men”
“santé aja..”
jawab Resza sambil menaikkan alis kirinya seperti biasa.
_--*--_
Malam ini
rasanya memang istimewa bagiku. Apalagi kalau bukan karena aku mendapat nomer
hp cewek alias Tyas itu. Sahabatku, Resza memang orang paling berjasa dalam
hidupku. Berusaha mati-matian demi mendapatkan nomer hp Tyas untukku. Sampai-sampai
rela kena sewot dari Doni, adek kelas kami yang setiap kali kami tanya soal
Tyas langsung ngeloyor dan enggan menanggapi.
1 message from
Resza
Ini no hp Tyas Ndi (089765440965)
Reply
Wuiiihh thanks ya men. Udah nggak
sabar pengen sms ni :D
Send
_--*--_
Hal pertama
pagi ini yang kulakukan adalah menemui Resza tak lain untuk bilang makasih soal
semalem.
“Za. Thanks
ya buat tadi malem” ucapku begitu duduk disamping Resza.
“Tenang aja.
Gimana semalem? Asyik nggak orangnya?”
“Lumayan Za. Gue
juga dapet alamat fbnya lho.”
“Apa nama
fbnya? Kita buka yuk mumpung aku bawa notebook”
“namanya apa ya.. coba cari Tyas Tya
Djufers”
“oke
bentar..” kata Resza browsing.
“Nah itu..”
tunjukku antusias.
“Iya ni. Gue
buka ya. Lhoh.. ini Tyas?” Tanya Resza heran.
“Iya lah”
kataku sambil membuka salah satu album fotonya.
“ah bukan Ndi. Bukan ini kali”
“Ih iya tadi
malem dia bilang ini fbnya kok.” Sanggahku.
“Bukan Ndi. Coba deh loe perhatiin.
Jelas bukan Ndi”
“Ini Za.
Jangan ngeyel loe.”
“Ah loe yang
jangan ngeyel Ndi.”
Ada sedikit
cek-cok antara aku dan sahabatku itu. Setelah kami membuka album foto Tyas Tya
Djufers. Menurut Resza itu bukan Tyas. Tapi mana mungkin Tyas berbohong padaku.
Aku yakin kok itu Tyas. Memang terlihat beda dengan aslinya. Tapi mungkin
karena cameranya kurang bagus jadi foto itu terlihat tidak maksimal.
Sudah
seminggu aku dekat dengan Tyas. Orangnya memang asyik. Tapi suka ada yang aneh.
Misal saja kejadian tempo hari. Aku melihatnya telat dan dihukum diruang BK.
Tapi setelah malam hari waktu aku sms dia, dia bilang dia tidak telat dan tidak
dihukum. Ah mungkin saja karena dia malu jadi dia menutupinya. Pikirku begitu.
Pagi ini aku
kurang begitu bersemangat masuk sekolah. Bukan lain karena tidak ada Tyas. Tyas
bilang dia masuk dalam tim olimpiade yang akan mengikuti lomba sains minggu depan.
Kebetulan dia bilang dia masuk tim olimpiade astronomi. Selain cantik ternyata
dia pintar juga.
Aku duduk disebuah
kursi yang disediakan di depan kelas bahasa. Kebetulan Bu Trippy guru bahasa
Jerman siang ini ada diklat, jadi hanya memberi tugas untuk kelas kami. Pukul
11 nanti aku dengar tim olimpiade sekolahku berlatih di ruang ava. Jadi aku duduk
disini tak lain untuk menunggu Tyas datang. Hehe.. carmuk dikit lah. Sial,
lagi-lagi Vivi, teman sekelasku memanggilku, dia bilang ada urusan. Jadi mau
tidak mau aku harus masuk kelas.
“Za..”
teriakku memanggil Resza.
“Apa? Teriak-teriak kayak orang hutan aja
loe”
“Tolong dong loe
gantiin gue duduk disini. Itu Vivi manggil”
“Gantiin
duduk? Buat apaan?” tanya Resza heran.
“Nunggu Tyas
dateng. Hehe” jawabku sambil ketawa geli.
“Hah? Jadi gue
harus duduk disini buat nunggu Tyas gitu?” tanya Resza heran.
“Please dong men.” Pintaku
Akhirnya
Resza memenuhi permintaanku, dan aku langsung masuk kelas memenuhi panggilan
Vivi yang sebenarnya nggak begitu penting.
“Andi…. Itu
Tyas bukan?” teriak Resza sambil berlari menarikku.
Aku lihat
Tyas duduk disebuah kursi dekat kelasku.”Iya itu Tyas” jawabku begitu antusias.
“Kayaknya itu
namanya bukan Tyas deh Ndi” ungkap Resza yang kemudian ber-ekspresi bingung.
“Terus? Itu
tu Tyas!”
“Bukan Ndi.
Tadi gue panggil-panggil Tyas dia nggak nyaut. Bahkan nggak nengok” jelas Resza
yang kelihatannya memang serius.
“Mungkin dia
memang judes Za.”
“Nggak
mungkin Ndi. Sejudes-judesnya dia, nggak mungkin dia kayak gitu sama kakak
kelas” ungkap Resza.
“Masak sih
Za?”
“Nah tu liat
tu. Loe bilang dia olimpiade astronomi, kok gabungnya sama olimpiade matematika
sih?”
“Iya sih Za. Aduh gue juga jadi
bingung ni”
Gara-gara
Resza berpendapat begitu aku ngrasa jadi bingung juga. Memang ada kejanggalan
sih yang aku rasain. Dari mulai foto fb, dihukum di BK tempo hari, olimpiade,
dan tadi dipanggil Tyas diem aja. Ini tu bener-bener buat aku bingung.
“Nah Mbar loe
tahu nggak cewek yang itu tu?” tanya Resza pada Ambar, teman sekelasku.
“Yang mana?”
tanya Ambar mencari.
“Yang itu tu.
yang lagi duduk. Yang sepatunya merah.” Tunjuk Resa.
“Oh itu. Iya
aku kenal”
“Namanya
siapa Mbar?” sahutku kemudian.
“Namanya
Navila. Anak 10B kan?” tanya Ambar pada kami.
“Iya.
Bukannya itu namanya Tyas?” tanya Resza dengan ekspresi kagetnya.
“Bukan lah.
Tyas tu bukan itu. Itu namanya Navila.” Jelas Ambar.
“Tu kan bener
Ndi. Dari kemaren gue udah sanksi kalau dia namanya Tyas.” Kata Resza padaku.
“Wah iya ni
Za. Sial kita dibohongi sama Doni. Wah parah tu anak.” Ungkapku kesal.
“Emang kenapa
sih?” tanya Ambar yang ikut-ikutan bingung.
“Jadi gini
Mbar ceritanya. Gue sama Andi tanya Doni soal cewek itu. Kata Doni itu namanya
Tyas” jelas Resza.
“Hahaha.
Kalian itu dibohongi.” Kata Ambar sambil tertawa terbahak-bahak.
“Sial loe
Mbar. Loe punya nomer hpnya nggak” tanyaku yang masih sedikit kesal.
“Punya Ndi.
Nanti abis sekolah aku kirimin.”
Wah sial
Doni. Berani banget dia bohongin aku sama Resza. Ternyata Resza benar. Cewek
itu namanya bukan Tyas. Tapi Navila. Dan akhirnya aku mendapatkan nomer hp
Navila dari Ambar. Dan sampai saat ini aku menegenalnya sebagai Navila dan
bukan lagi Tyas. Bahkan semakin hari aku semakin dekat dengan Navila.
Ceritanya begitu………………………………..
0 komentar:
Posting Komentar